Dakwah
merupakan ibadah yang agung. Sayangnya, dakwah telah banyak
disalahgunakan untuk membungkus kempennye politik dalam rangka mencari
pengikut, merekrut simpati dan kader parti atau sekadar mencari dunia.
Di sisi lain, ada da’i yang mengkhususkan pada persoalan-persoalan
politik hingga melupakan hal-hal mendasar dalam Islam. Lalu bagaimanakah
sesungguhnya dakwah Rasulullah itu?
Terlalu
banyak seruan atau ‘dakwah’ ilallah (menuju Allah) yang kita jumpai di
sekeliling kita. Masyarakat pun dengan mudahnya mengatakan bahwa ‘dakwah
itu semuanya sama’. Benarkah? Lalu manakah seruan yang benar yang akan
mendekatkan kepada Allah?
Beragamnya
seruan itu sendiri telah menjadi sunnatullah. Telah diriwayatkan oleh
Imam Ahmad dari shahabat Abdullah bin Mas’ud, bahwasanya Abdullah bin
Mas’ud bercerita di mana Rasulullah membuat satu garis lurus dan
mengatakan: “Ini adalah
jalan Allah yang lurus.” Lalu baginda membuat garis-garis yang banyak
dari arah kanan dan arah kiri dan baginda mengatakan: “Ini adalah
jalan-jalan dan tidak ada satupun dari jalan tersebut melainkan syaitan
menyeru di atasnya.” Kemudian baginda membacakan firman Allah: “Dan ini
adalah jalan-Ku yang lurus, maka tempuhlah ia dan jangan kalian menempuh
jalan yang banyak tersebut yang pada akhirnya akan memecah diri-diri
kalian dari jalan-Nya.”
As
Sa’dy menjelaskan apa yang dimaksud dengan jalan yang lurus tersebut di
dalam kitab tafsirnya: “Adalah jalan yang sangat jelas yang akan
menyampaikan kita kepada Allah dan kepada jannahNya. Jalan yang lurus
itu adalah mengenal yang hak dan mengamalkannya.” Rasulullah juga telah
menjelaskan akan munculnya para da’i yang menyeru di atas jurang neraka.
Dalam hadits Hudzaifah bin Yaman yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Hudzaifah mengatakan:“Orang-orang
bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan dan aku bertanya kepada
beliau tentang kejelekan yang khawatir akan menimpaku. Lalu aku berkata:
“Ya Rasulullah, tatkala kami berada dalam kehidupan jahiliyah Allah
mendatangkan kebaikan ini (Islam). Apakah setelah kebaikan ini ada
kejelekan? Rasulullah menjawab: “Ya.” Aku berkata lagi: “Apakah setelah
kejelekan ini ada kebaikan?” Rasulullah menjawab: “ Ya, akan tetapi ada
asapnya.” Aku mengatakan: “Apakah asapnya wahai Rasulullah?” Rasulullah
menjawab: “Kaum yang mengambil petunjuk selain petunjukku kamu kenal dan
kamu ingkari.” Aku berkata: “Apakah setelah kebaikan ini ada
kejelekan?” Rasulullah menjawab: “Ya, yaitu para da’i yang berada di
pintu neraka dan barangsiapa yang memenuhi seruannya, maka akan
mencampakkannya ke jurang neraka tersebut.”
Kedua
hadits di atas menjelaskan tentang adanya sunnatullah munculnya
berbagai seruan yang semuanya mengangkat panji Islam dan mengatasnamakan
Islam. Akan tetapi seruan yang benar adalah satu dan jalan yang benar
adalah satu dan tidak berbilang. Allah berfirman: “Tidaklah setelah
kebenaran itu melainkan kesesatan.” (Yunus: 32)
Hadits
tadi juga menjelaskan bahwa jalan yang tidak benar itu lebih banyak
daripada jalan yang benar. Demikian juga dengan da’i yang menyeru kepada
kesesatan, lebih banyak dibanding dengan para penyeru kebenaran.
Kedudukan
Tauhid tidak ada keraguan lagi bahwa tauhid memiliki kedudukan yang
tinggi bahkan yang paling tinggi di dalam agama. Tauhid merupakan hak
Allah yang paling besar atas hamba-hamba-Nya, sebagaimana dalam hadits
Mu’adz bin Jabal . Rasulullah berkata kepadanya:
“Wahai
Mu’adz, tahukah kamu hak Allah atas hamba-Nya dan hak hamba atas Allah?
Ia menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Baginda
mengatakan: “Hak Allah atas hamba-Nya adalah mereka menyembah-Nya dan
tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun.” ( HR. Bukhari dan Muslim)
1. Tauhid merupakan dasar dibangunnya segala amalan yang ada di dalam agama ini. Rasulullah bersabda:
“Islam
dibangun di atas lima dasar, bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang
benar kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan
shalat, menunaikan zakat, berhaji dan puasa pada bulan Ramadhan.”
(Shahih, HR. Bukhari dan Muslim dari Abdullah Ibnu Umar)
2.
Tauhid merupakan perintah pertama kali yang kita temukan di dalam Al
Qur’an sebagaimana lawannya (iaitu syirik) yang merupakan larangan
paling besar dan pertama kali kita temukan di dalam Al Qur’an,
sebagaimana firman Allah:
“Wahai
sekalian manusia, sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian
dan orang-orang sebelum kalian agar kalian menjadi orang-orang yang
bertakwa. Yang telah menjadikan bumi terhampar dan langit sebagai
bangunan dan menurunkan air dari langit, lalu Allah mengeluarkan
dengannya buah-buahan sebagai rizki bagi kalian. Maka janganlah kalian
menjadikan tandingan-tandingan bagi Allah”. (Al-Baqarah: 21-22)
Dalil
yang menunjukkan hal tadi dalam ayat ini adalah perintah Allah
“sembahlah Rabb kalian” dan “janganlah kalian menjadikan tandingan bagi
Allah”.
3.
Tauhid merupakan poros dakwah seluruh para Rasul, sejak Rasul yang
pertama hingga penutup para Rasul yaitu Muhammad . Allah berfirman:
“Dan
sungguh Kami telah mengutus pada setiap umat seorang Rasul (yang
menyeru) agar kalian menyembah Allah dan menjauhi thagut.” (An-Nahl:
36)
4.
Tauhid merupakan perintah Allah yang paling besar dari semua perintah.
Sementara lawannya, iaitu syirik, merupakan larangan paling besar dari
semua larangan. Allah berfirman:
“Dan
Rabbmu telah memerintahkan agar kalian jangan menyembah kecuali
kepada-Nya dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.” (Al-Isra:
23) “Dan sembahlah oleh kalian Allah dan janganlah kalian
menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. ” (An-Nisa: 36)
5.
Tauhid merupakan syarat masuknya seseorang ke dalam jannah dan
terlindungi dari neraka Allah, sebagaimana syirik merupakan sebab utama
yang akan menjerumuskan seseorang ke dalam neraka dan diharamkan dari
surga Allah. Allah berfirman:
“Sesungguhnya
barangsiapa yang menyekutukan Allah maka Allah akan mengharamkan
baginya jannah dan tempat kembalinya adalah neraka dan tidak ada bagi
orang-orang dzalim seorang penolongpun.” (Al-Maidah: 72)
Rasulullah bersabda:
“Barang
siapa yang mati dan dia mengetahui bahwasanya tidak ada ilah yang benar
kecuali Allah, dia akan masuk ke dalam jannah.” (Shahih, HR Muslim
No.26 dari Utsman bin Affan)
Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa
yang kamu jumpai di belakang tembok ini bersaksi terhadap Lailaha
illallah dan dalam keadaan yakin hatinya, maka berilah dia khabar
gembira dengan jannah.” (Shahih, HR Muslim No.31 dari Abu Hurairah)
6. Tauhid merupakan syarat diterimanya amal seseorang dan akan bernilai di hadapan Allah. Allah berfirman:
“Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan agar mereka menyembah Allah dan mengikhlaskan bagi-Nya agama. ” (Al-Bayinah: 5)
Tauhid Merupakan Dakwah Para Rasul
Menggali
dakwah seluruh para rasul dan sepak terajang mereka dalam memikul
amanat dakwah ini, nescaya akan kita temukan keanehan di atas keanehan
yang seandainya kita yang memikulnya, sunggguh kita tidak akan sanggup.
Dakwah
memerlukan keikhlasan agar akan bernilai di sisi Allah dan untuk
mengikat diri kita dengan pemilik dakwah itu, iaitu Allah, serta
mendapatkan segala apa yang dipersiapkan di negeri akhirat. Dakwah
memerlukan keberanian untuk tidak gentar, takut, dan lari ketika
menghadapi segala tentangan. Dakwah membutuhkan kesabaran terhadap
segala ujian dan tantangan di atasnya. Dakwah memerluhkan istiqamah
untuk selalu bersemangat di atas dakwah meskipun kebanyakan orang tidak
menerimanya. Dakwah memerlukan iman yang kuat dan yakin terhadap
pertolongan pemilik dakwah ini yaitu Allah. Dakwah memerlukan tawakal,
kelembutan, dan segala bentuk akhlak yang mulia.
Allah
telah menjelaskan di dalam Al Qur’an bahwa yang menjadi tujuan dakwah
para rasul adalah seruan untuk mentauhidkan Allah sebagaimana firman
Allah:
“Dan
sungguh Kami telah mengutus pada setiap umat itu seorang rasul (yang
menyeru) agar kalian menyembah Allah dan menjauhi thagut. ” (An-Nahl:
36)
Dari
ayat ini Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab mengambil beberapa faidah di
dalam kitabnya At Tauhid, di antaranya: Hikmah dari diutusnya seluruh
para rasul, bahwa risalah itu mencakup seluruh umat, dan agama para nabi
itu adalah satu.
Dari
semua faidah ini, sangat jelas bahwa risalah para Rasul adalah satu
iaitu risalah tauhid. Tugas dan tujuan mereka adalah satu iaitu
mengembalikan hak-hak Allah agar umat ini menyembah hanya kepada-Nya.
Atau dengan kata lain, memerdekakan manusia dari penyembahan kepada
manusia menuju penyembahan kepada Rabbnya manusia.
Tauhid, Wahai Para Da’i!
Syaikh
Muhammad Nashiruddin Al Albany mengatakan dalam risalahnya Tauhid
Awwalan Ya Du’atal Islam: “Melihat teruknya situasi yang menimpa saudara
kita se-Islam, maka kita mengatakan situasi yang teruk ini tidak lebih
teruk dibanding dengan kejahatan situasi jahiliah dulu ketika Allah
mengutus Rasulullah…”
Berdasarkan
hal itu, maka ubatnya adalah ubat yang disebarkan oleh Rasulullah di
masa jahiliah. Maka dari itu, bagi setiap da’i agar tampil mengubati
teruknya pemahaman umat terhadap kalimat La ilaha illallah dan mengobati
keadaan itu dengan obat tersebut. Yang demikian itu sangat jelas jika
kita mencuba untuk merenungi apa yang difirmankan oleh Allah:
“Sungguh
telah nampak bagi kalian pada diri Rasulullah suri teladan yang baik
bagi siapa yang mengharapkan Allah dan hari akhir, dan bagi orang yang
mengingat Allah. ” (Al-Ahdzab: 21)
Kemudian
beliau (Syaikh Albany) mengatakan: “Maka Rasul kita Muhammad adalah
suri teladan yang baik dalam mengubati segala problem yang menimpa kaum
muslimin di masa kita sekarang ini, bahkan dalam setiap waktu dan
keadaan. Yang demikian itu menuntut kita agar seharusnya memulai
sebagaimana Rasulullah memulai iaitu pertama kali memperbaiki akidah
kaum muslimin yang sudah rosak, yang kedua ibadah mereka, dan yang
ketiga akhlak. Saya bukan bererti ingin memisahkan antara yang pertama
dari yang paling penting menuju yang penting kemudian yang di bawahnya
lagi. Akan tetapi yang saya maksudkan adalah agar setiap orang Islam
terlebih khusus da’inya untuk memberikan perhatian yang besar (terhadap
akidah, red).”
Kenyataan
yang menimpa umat secara menyeluruh dan kaum muslimin secara khusus
adalah kerosakan hubungan mereka dengan Allah. Bahkan sampai kepada
puncak menyekutukan Allah dalam peribadatan dan mengangkat
tandingan-tandingan bagi Allah, baik itu dalam wujud manusia atau
benda-benda yang tidak boleh bergerak dan berbuat apa-apa.
Penyakit
ini telah mendarah daging seperti pohon yang telah menancap akarnya.
Bahkan telah menjadi penyakit kanser yang setiap saat merenggut nyawa
manusia. Oleh erana itu, sungguh sangat diperlukan ubat yang tepat dan
doktor yang pakar untuk membasmi pertumbuhan akar-akar pohon tersebut
dan mengubati penyakit-penyakit kanser tersebut. Ketahuilah, doktor umat
ini adalah mereka-mereka yang mengikuti langkah Rasulullah dalam
berdakwah yang memulai dari tauhid yang merupakan dasar bangunan Islam
ini sebagaimana dalam hadits Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh Bukhari
dan Muslim. Dan memberikan ubat yang sesuai dengan kebutuhan mereka
iaitu Tauhidullah.
Wahai
para da’i, mulailah dari mana Allah dan Rasul-Nya memulai dan
persiapkan dirimu untuk menghadapi segala kemungkinan gangguan dan
cubaan yang dahsyat yang terkadang harus mengalami kegagalan di tengah
jalan. Mulailah wahai para da’i dari tauhidullah!
Sumber Bacaan: 1. Al Qur’an
2. Kitab Tauhid-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab
3. Qaulul Mufid-Muhammad Al Wushabi
4. Tauhid Awwalan Ya Du’atal Islam Syaikh Al Albany
No comments:
Post a Comment