Larangan Tashabuh dengan Orang Kafir
(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi)
“Orang-orang
Yahudi dan Nashrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti
agama mereka. Katakanlah, sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk
(yang benar). Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah
pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan
penolong bagimu.” (Al-Baqarah:120)
Penjelasan Ayat
Di
dalam ayat yang mulia ini, Allah U menyingkap apa yang terdapat di
dalam hati orang-orang kafir dari kalangan Yahudi dan Nashara berupa
ketidaksenangan mereka terhadap Islam yang dibawa oleh Rasulullah dan
para pengikutnya. Sehingga seluruh kemampuan yang mereka miliki, mereka
gunakan untuk mempengaruhi kaum muslimin agar mengikuti agama dan
keyakinan mereka yang batil. Mereka jalankan perancangan tersebut
sedikit demi sedikit, hingga akhirnya seorang muslim keluar dari Islam
dan condong kepada agama mereka, wal ‘iyadzu billah.Kerana itu, agama
Islam menganjurkan untuk selalu menyelisihi kebiasaan orang-orang kafir
sebagai sikap berlepas diri dari mereka dan keyakinan mereka. Sekaligus
juga upaya menutup pintu masuknya pengaruh dan sikap kecondongan kepada
agama dan tradisi yang mereka bawa.Al-’Allamah Abdurrahman bin Nashir
As-Sa’di t dalam menjelaskan ayat ini berkata:“(Allah ) mengabarkan
kepada Rasul-Nya bahwa Yahudi dan Nashara tidak senang kepadanya kecuali
(bila kita) mengikuti agama mereka. Sebab mereka senantiasa mengajak
kepada apa yang menjadi keyakinan mereka dan menyangka bahwa itu adalah
petunjuk. Maka katakanlah kepada mereka: “Sesungguhnya petunjuk Allah
yang engkau diutus dengannya adalah petunjuk yang sebenarnya. Adapun apa
yang kalian yakini itu adalah hawa nafsu, dengan dalil firman Allah :
“Dan jika engkau mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang kepadamu ilmu, maka Allah tidak akan menjadi wali dan penolongmu.”Di
dalam ayat ini terdapat larangan besar untuk mengikuti hawa nafsu
Yahudi dan Nashara. Juga larangan menyerupai mereka terhadap apa yang
khusus dari agama mereka. Pembicaraan ini walaupun ditujukan kepada
Rasulullah r, sesungguhnya umatnya termasuk di dalamnya. Sebab yang
menjadi ibrah adalah keumuman maknanya dan bukan kekhususan siapa yang
diajak berdialog, sebagaimana pula yang menjadi ibrah adalah keumuman
suatu lafadz dan bukan dikhususkan pada sebab turunnya.” (Taisir
Al-Karimir Rahman, 64-65)
Berkata
pula Ibnu Jarir dalam menafsirkan ayat ini: “Wahai Muhammad, tidaklah
Yahudi dan Nashara senang kepadamu selamanya. Maka biarkanlah mereka
untuk mengikuti apa yang menyenangkan mereka dan yang sesuai dengan
mereka. Dan carilah apa yang mendatangkan ridha Allah dalam mengajak
mereka kepada apa yang Allah utus kepadamu berupa kebenaran.” (Tafsir
Ibnu Katsir, 1/164)
Demikian
pula yang dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah setelah
menyebutkan ayat ini: “Perhatikanlah bagaimana Allah mengatakan dalam
pengkabaran tersebut ‘millah mereka’ dan mengatakan dalam hal larangan
‘hawa-hawa nafsu mereka’ sebab kaum tersebut (Yahudi dan Nashara)
tidaklah senang kecuali (bila kita) mengikuti millah (ajaran) mereka
secara mutlak. Herdikan (Allah) tersebut adalah dalam hal mengikuti hawa
nafsu mereka sedikit atau banyak. Dan merupakan perkara yang telah
diketahui bahwa mengikuti mereka terhadap apa yang ada di dalam agama
mereka adalah termasuk jenis mengikuti apa yang mereka lakukan dari hawa
nafsu atau menjadi sebab mengikuti hawa nafsu mereka.” (Iqtidha
Ash-Shirathil Mustaqim, 1/87)
Nash-nash Larangan Tasyabbuh dengan Orang Kafir
Di
dalam Al-Qur’an Al-Karim dan As-Sunnah An-Nabawiyyah yang shahih banyak
menyebutkan larangan bagi kaum muslimin untuk menyerupai dan mengikuti
cara hidup orang-orang kafir baik secara global mahupun terperinci. Di
mana semua itu menunjukkan bahwa agama Allah ini dibangunkan di atas
prinsip yang menjadi salah satu usul Islam iaitu berlepas diri dan
menyelisihi ash-habul jahim (penghuni jahannam) dari kalangan
orang-orang kafir.Di antara dalil yang menjelaskan hal tersebut adalah
firman-Nya:
“Dan
sesungguhnya telah Kami berikan kepada Bani Israil Al Kitab (Taurat),
kekuasaan, dan kenabian. Dan Kami berikan kepada mereka rezki-rezki yang
baik serta Kami lebihkan mereka atas bangsa-bangsa (pada masanya). Dan
Kami berikan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata tentang
urusan (agama). Maka tidaklah mereka berselisih melainkan sesudah datang
kepada mereka pengetahuan kerana kedengkian (yang ada) di antara
mereka. Sesungguhnya Tuhanmu akan memutuskan antara mereka pada hari
kiamat terhadap apa yang selalu mereka perselisihkan padanya. Kemudian
Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan
(agama) itu. Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa
nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya mereka sekali-kali
tidak akan dapat menolak dari kamu sedikitpun dari (siksaan) Allah. Dan
sesungguhnya orang-orang yang zalim itu sebagian mereka menjadi
penolong bagi sebagian yang lain, dan Allah adalah pelindung orang-orang
yang bertakwa.” (Al-Jatsiyah: 16-19)
Syaikhul
Islam t berkata:“Allah mengkhabarkan bahwa Ia memberikan kenikmatan
kepada Bani Israil dengan berbagai kenikmatan dunia dan akhirat. Dan
bahwa mereka berselisih setelah datangnya ilmu kepada mereka disebabkan
menentang al-haq sebagian mereka terhadap sebahagian yang lain. Lalu
Allah menjadikan Muhammad r berada di atas syariat yang telah
ditetapkan-Nya, memerintahkan (umat ini) untuk mengikuti beliau dan
melarang dari mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak berilmu.
Termasuk orang-orang yang tidak berilmu adalah semua orang yang
menyelisihi syariat-Nya.Hawa nafsu adalah apa yang mereka condong
kepadanya dan apa yang diamalkan oleh kaum musyrikin berupa cara-cara
mereka yang dzahir/ tampak, yang menjadi kewajiban agama mereka yang
batil dan yang semacamnya. Maka menyesuaikan (meniru) keadaan seperti
mereka adalah mengikuti hawa nafsu. Oleh kerana itu, orang-orang kafir
merasa gembira bila kaum muslimin menyerupakan diri dengan mereka dalam
sebagian keadaan mereka dan mereka senang dengannya. Mereka sangat
berharap bahwa jika mereka lebih berupaya lagi maka hal tersebut akan
terjadi (iaitu kaum muslimin akan mengikuti mereka).Kalau seandainya
perbuatan itu bukan termasuk mengikuti hawa nafsu mereka, tentu tidak
diragukan bahwa menyelisihi mereka lebih menutup jalan untuk mengikuti
mereka dan lebih membantu untuk menggapai ridha Allah U. Menyesuaikan
diri dengan mereka (dalam sebagian perkara) bisa membawa kepada
perbuatan menyerupai mereka dalam hal lain. Karena barangsiapa yang
mendekati tempat terlarang, lama kelamaan dia akan terjatuh ke
dalamnya.” (Iqtidha Ash-Shiratil Mustaqim, 1/85-86)Lebih ditegaskan lagi
dengan sabda Rasulullah :
“Barangsiapa
yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk mereka (kaum tersebut).”
(HR. Abu Dawud dari Abdullah bin ‘Umar ishahihkan oleh Asy-Syaikh
Al-Albani tdalam Shahih Al-Jami’, no. 6149)
Syaikhul
Islam t berkata: “Hadits ini hukum minimumnya adalah haram menyerupai
mereka (kaum kafir) walaupun dzahir hadits ini menunjukkan kafirnya
orang yang menyerupai mereka, seperti firman-Nya:
“Barangsiapa
yang wala` kepada mereka maka sesungguhnya dia termasuk dari mereka.”
(Al-Maidah: 51) (Iqtidha Ash-Shiratil Mustaqim, 1/241)
Bentuk Penyelisihan Islam Terhadap Kuffar
1. Perpindahan kiblat
Di
dalam perintah Allah tentang pemindahan kiblat kaum muslimin terdapat
pelajaran yang sangat berharga, khususnya dalam menampakkan sikap
berlepas diri dari orang-orang kafir dan tidak menyerupai mereka dalam
setiap ibadah dan tradisi mereka, sehingga terjadi perbedaan yang dzahir
antara muslim dan kafir. Allah berfirman:
“Dan
sesungguhnya jika kamu mendatangkan kepada orang-orang (Yahudi dan
Nashrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil), semua ayat
(keterangan), mereka tidak akan mengikuti kiblatmu. Dan kamupun tidak
akan mengikuti kiblat mereka, dan sebahagian merekapun tidak akan
mengikuti kiblat sebahagian yang lain. Dan sesungguhnya jika kamu
mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu, maka kamu
termasuk golongan orang-orang yang zalim. Orang-orang (Yahudi dan
Nashrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal
Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya
sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka
mengetahui. Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan
sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu. Dan bagi tiap-tiap umat
ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka
berlumba-lumbalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu
berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat).
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dan dari mana saja
kamu keluar, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram;
sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu.
Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan. Dan dari
mana saja kamu keluar, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil
Haram. Dan di mana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah
wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu,
kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka. Maka janganlah kamu,
takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Dan agar Kusempurnakan
nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk. (Al-Baqarah:
145-150)
Para
ulama salaf berkata: “Makna ayat ini adalah agar tidak ada hujjah atas
kalian tatkala menyerupai kiblat mereka, di mana mereka mengatakan:
“Mereka telah mengikuti kami dalam hal kiblat, maka tidak lama lagi akan
menngikutii kami dalam agama kami.” Maka Allah mematahkan hujjah mereka
dengan (perintah untuk) menyelisihi kiblat mereka.Allah menjelaskan
bahwa di antara hikmah dipindahkannya kiblat adalah menyelisihi kaum
kuffar dalam kiblat mereka agar yang demikian memutuskan keinginan
mereka yang batil.” (Iqtidha Ash-Shirathil Mustaqim, 1/88)
2. Memelihara janggut dan menipiskan misai.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim dari hadits Abdullah bin ‘Umar bahwa Rasulullah bersabda:
“Selisihilah kaum musyrikin, cukurlah misai dan biarkanlah janggut kalian.”
Dalam riwayat Al-Imam Muslim dari hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda:
“Pangkaslah misai biarkanlah janggot kalian, selisihilah kaum Majusi.”
3. Shalat dengan menggunakan sandal atau khuf (sepatu dan semisalnya)
Merupakan
salah satu petunjuk Rasulullah dalam shalat adalah melaksanakan shalat
tanpa alas kaki dan terkadang dengan beralas kaki. Hal ini sebagaimana
yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari hadits ‘Amru bin Syu’aib dari
ayahnya dari datuknya (Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash), ia berkata:
“Aku“Aku
melihat Rasulullah shalat dalam keadaan bertelanjang kaki dan dalam
keadaan menggunakan sandal.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Abi
Syaibah, dll.Dihasankan oleh Syaikhuna Muqbil bin Hadi t dalam kitab beliau Syar’iyyatush Shalati bin Ni’al)
Namun
bukanlah petunjuk Rasulullah apabila seseorang tidak pernah
melaksanakan shalat dengan memakai sandal dalam keadaan memungkinkan
bagi dia untuk menggunakannya. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan
oleh Abu Dawud dan Al-Hakim dari hadits Syaddad bin Aus bahwa
Rasulullah bersabda:
“Selisihilah
kaum Yahudi kerana mereka tidak shalat dengan sandal dan sepatu
mereka.”(HR. Abu Dawud, Al-Hakim, Al-Baihaqi, dishahihkan oleh
Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Shahih Al-Jami’ no. 3210)
Syaikhuna
Al-’Allamah Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i berkata: “Di antara kemudharatan
yang paling besar tatkala meninggalkan shalat dengan memakai sandal,
bahwa majoriti kaum muslimin menjadi jahil tentang sunnah ini dan
menganggap bahwa yang shalat dengan memakai dua sandalnya telah
melakukan dosa besar dan telah menganggap halal apa yang telah dianggap
halal oleh para pelaku dosa besar.” (lihat kitab Syar’iyyatus Shalati
Binni’al. Lihat perkataan beliau dalam kitab tersebut, dalil-dalil serta
atsar dari ulama salaf, serta kemudharatan ditinggalkannya sunnah yang
mulia ini)Masih banyak lagi contoh sikap Islam dalam menyelisihi
ash-habul jahim. Silahkan lihat kitab Iqtidha Ash-Shirathil Mustaqim
karangan Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah .
Keterjerumusan Kaum Muslimin dalam Menyerupai Kaum Kuffar
Sudah
merupakan sunnatullah bahwa di antara umat ini akan ada yang terjerumus
ke dalam kesesatan, dengan cara mengikuti langkah-langkah orang-orang
sebelum mereka dari kalangan ahli kitab dan musyrikin. Sebagaimana yang
disabdakan oleh Rasulullah :
“Kalian
pasti akan mengikuti langkah-langkah orang sebelum kalian sejengkal
demi sejengkal atau sehasta demi sehasta, sampai walaupun mereka masuk
ke dalam lubang dhabb, kalian pun memasukinya.” Para shahabat bertanya:
“Apakah yang dimaksud adalah Yahudi dan Nashara?” Baginda menjawab:
“Siapa lagi (kalau bukan mereka)?” (Muttafaqun ‘alaihi dari hadits Abu
Sa’id Al-Khudri ).
Berikut ini adalah sebagian bentuk penyerupaan terhadap ahli kitab dan kuffar yang sebagian kaum muslimin terjatuh ke dalamnya.
1. Menjadikan kuburan orang-orang yang dianggap shalih sebagai masjid
Hal ini telah diperingatkan oleh Rasulullah r dengan sabdanya:
“Semoga
Allah memerangi kaum Yahudi, mereka telah menjadikan kuburan nabi-nabi
mereka sebagai masjid.” (Muttafaqun ‘alaihi dari hadits Abu Hurairah
z)Lihat pembahasan lebih mendalam tentang hukum membangun masjid di atas
kuburan dalam kitab Tahdzir As-Sajid min Ittikhadzil Qubur Masajid
karangan Asy-Syaikh Al-Albani .
2. Tidak menerima kebenaran kecuali apa yang datang dari kelompoknya
Termasuk
salah satu karakter kaum Yahudi adalah mereka telah mengetahui
kebenaran sebelum nampak orang yang mengucapkannya dan yang menyerunya.
Namun tatkala datang kepada mereka yang mengucapkan al-haq tersebut dan
ternyata bukan dari kelompok yang mereka kehendaki, maka mereka pun
enggan untuk mengikuti dan mereka tidak menerima kebenaran kecuali yang
datang dari kelompok yang mereka menisbahkan diri kepadanya. Padahal
mereka tidaklah mengikuti apa yang wajib dalam keyakinan mereka. Allah
berfirman:
Dan
apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kepada Al Qur’an yang
diturunkan Allah”, mereka berkata: “Kami hanya beriman kepada apa yang
diturunkan kepada kami”. Dan mereka kafir kepada Al Qur’an yang
diturunkan sesudahnya, sedang Al Qur’an itu adalah (Kitab) yang hak;
yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Katakanlah: “Mengapa kamu
dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kamu orang-orang yang
beriman?” (Al-Baqarah: 91)
Dan
hal ini banyak menimpa orang-orang yang menisbahkan diri kepada
kelompok tertentu dalam berilmu atau beragama dari kalangan ahli
tasawwuf, atau kepada selain mereka, atau kepada seorang pemimpin yang
diagungkan oleh mereka dalam agama -kecuali Rasulullah r. Mereka tidak
mahu menerima ajaran agama ini baik pendapat maupun riwayat kecuali yang
dibawa oleh pemimpin mereka. Padahal Islam mengwajibkan mengikuti
kebenaran tersebut secara mutlak, baik pendapat maupun riwayat, tanpa
mengkhususkan seseorang atau kelompok kecuali Rasulullah r. (lihat kitab
Iqtidha Ash-Shirathil Mustaqim, 1/ 74-75) Wallahul hadi ilaa sabiilir
rasyaad.
No comments:
Post a Comment