Monday 31 December 2012
Mampu Menggauli 100 Bidadari
Mampu Menggauli 100 Bidadari
·
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي
الله عنه قَالَ : قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ , هَلْ نَصِلُ إِلَى
نِسَائِنَا فِي الْجَنَّةِ؟ فَقَالَ: «إِنَّ الرَّجُلَ لَيَصِلُ فِي
الْيَوْمِ إِلَى مِائَةِ عَذْرَاءَ»
Dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, ia berkata: diantara para sahabat
ada yang bertanya: ‘Wahai Rasulullah, apakah kami akan bertemu dengan
istri kami kelak di surga?’. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menjawab: “Seorang lelaki dalam sehari akan bertemu (baca:berjima’) dengan 100 bidadari” (HR. Al Bazzar dalam Musnad-nya 3525, Abu Nu’aim dalam Shifatul Jannah 169, Ath Thabrani dalam As Shaghir, 2/12)Dalam riwayat lain:
قيل : يا رسول الله هل نفضي إلى نسائنا في الجنة ؟ قال : إن الرجل ليفضي في اليوم إلى مائة عذراء
“Wahai Rasulullah, apakah kami akan berjima’ dengan istri-istri
kami di surga kelak? Sungguh seorang lelaki dalam sehari akan berjima’
dengan 100 bidadari“Derajat Hadits
Al Hafidz Ibnu Katsir men-shahih-kan hadits ini (Tafsir Ibni Katsir, 3/292). Al Maqdisi berkata: “Menurutku, semua perawinya tsiqah sesuai dengan syarat hadits shahih”. Al Albani berkata: “Aku sependapat dengan Al Hafidz Ibnu Katsir, dan itulah yang benar. Sanad hadits ini shahih dan kami tidak mengetahui adanya catat di dalamnya. Namun memang Abu Hatim dan Abu Zur’ah memiliki pandangan berbeda” (Silsilah Ahadits Shahihah, 1/708)
Faidah Hadits
- Adanya surga dan kenikmatan di dalamnya
- Adanya bidadari di surga
- Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengetahui sebagian perkara gaib, sebatas yang dikabarkan oleh Allah kepada beliau.
- Salah satu kenikmatan surga adalah seorang lelaki memiliki kekuatan
menggauli 100 wanita dalam sehari. Sebagaimana dalam hadits lain:
إن الرجل من أهل الجنة يعطى قوة مائة رجل في الأكل والشرب والشهوة والجماع“Sungguh seorang lelaki penduduk surga diberi kekuatan sebagaimana 100 orang lelaki, dalam hal makan, minum, syahwat dan jima’“(HR. Ahmad no.18509. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Mawarid 2230)
- Andai 100 wanita digauli dalam sehari maka tentu lelaki penghuni
surga tersebut sangat sibuk. Demikianlah salah satu kesibukan penduduk
surga. Sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala:
إِنَّ أَصْحَابَ الْجَنَّةِ الْيَوْمَ فِي شُغُلٍ فَاكِهُونَ“Sungguh para penduduk surga itu dalam kesibukan yang menyenangkan” (QS. Yasin: 55)
Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Abbas, Sa’id bin Musayyib, Ikrimah, Al Hasan Al Bashri, Qatadah, Al A’masy, Sulaiman At Taimi, Al Auza’i semuanya menafsirkan bahwa yang dimaksud ayat ini adalah mereka sibuk menggauli para perawan. (Tafsir Ibni Katsir, 6/582) - Istri shalihah di dunia akan menjadi istri di surga kelak bagi
lelaki shalih. Jika seorang lelaki pernah menikah beberapa kali atau ia
berpoligami, maka semua istrinya di dunia akan menjadi istrinya di surga
kelak. Sedangkan bila seorang wanita pernah menikah beberapa kali di
dunia, maka lelaki yang menjadi suaminya adalah yang terakhir.
Sebagaimana hadits:
أن حذيفة قال لزوجته: إن شئت تكوني زوجتي في الجنة فلا تزوجي بعدي، فإن المرأة في الجنة لآخر أزواجها في الدنيا“Hudzaifah berkata kepada istrinya: ‘Kalau engkau ingin menjadi istriku di surga kelak, maka jangan menikah lagi sepeninggalku. Karena seorang wanita di surga akan menjadi istri dari suaminya yang terakhir di dunia‘” (HR. Al Baihaqi, no.13421)
- Selain beristrikan wanita yang menjadi istrinya di dunia, lelaki
penghuni surga juga akan beristrikan bidadari-bidadari surga.
Sebagaimana firman Allah:
كَذَلِكَ وَزَوَّجْنَاهُمْ بِحُورٍ عِينٍ“Demikian juga kami nikahkan mereka dengan para bidadari surga” (QS. Ad Dukhan: 54)
- Para ulama mengatakan, hadits ini bukan menunjukkan bahwa jumlah
istri penduduk surga adalah 100. Melainkan hanya menunjukkan kemampuan
jima’ para lelaki penduduk surga, yaitu sebagaimana kekuatan 100 orang
lelaki. Mengenai jumlah istri, kebanyakan penduduk surga memiliki dua
istri:
أول زمرة تلج الجنة صورتهم على صورة القمر ليلة البدر ، لا يبصقون فيها ولا يمتخطون ولا يتغوطون ، آنيتهم فيها الذهب ، أمشاطهم من الذهب والفضة ، ومجامرهم الألوة ، ورشحهم المسك ، ولكل واحد منهم زوجتان“Rombongan yang pertama kali masuk surga berbentuk rembulan di malam purnama. Mereka tidak akan meludah, tidak akan berdahak, dan tidak akan buang air di dalamnya. Bejana-bejana dan sisir-sisir mereka terbuat dari emas dan perak. Tempat bara api mereka terbuat dari kayu wangi. Keringat mereka adalah minyak kesturi. Setiap mereka memiliki dua istri..” (HR. Al-Bukhari no. 3245 dan Muslim no. 5065)
Adapun para syuhada, beristrikan 72 bidadari kelak di surga:
للشهيد عند الله ست خصال : يغفر له في أول دفعة ويرى مقعده من الجنة ، ويجار من عذاب القبر ، ويأمن من الفزع الأكبر ، ويوضع على رأسه تاج الوقار ، الياقوتة منها خير من الدنيا وما فيها ، ويزوج اثنتين وسبعين زوجة من الحور العين ، ويشفع في سبعين من أقاربه“Orang yang mati syahid di sisi Allah akan diberi enam keutamaan: Allah mengampuni dosanya ketika pertama kali darahnya keluar, ia dapat melihat tempat duduknya kelak di surga, ia dijauhkan dari adzab kubur, ia mendapat keamanan tatkala hari kebangkitan, di kepalanya ia memakai mahkota kehormatan berhias batu rubi yang lebih baik dari dunia dan seisinya, ia dinikahkan dengan 72 bidadari, ia dapat memberi syafa’at kepada 70 orang kerabatnya” (HR. At Tirmidzi no 1663, ia berkata: “Hasan Shahih Gharib”) - Jika kita renungkan, sungguh betapa malangnya para pezina dan para pengumbar syahwat ke tempat yang tidak halal. Mereka menukar kenikmatan yang luar biasa dengan kenikmatan sesaat yang hina di dunia.
- Salah satu benteng pertahanan seorang lelaki muslim dari dosa zina adalah dengan mengingat-ingat kenikmatan syahwat di surga dan berusaha istiqamah untuk mendapatkannya.
=MUSLIM Tidak Merayakan Tahun Baru==
==MUSLIM Tidak Merayakan Tahun Baru==
Komisi Fatwa Saudi Arabia, Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ ditanya,
“Apakah boleh mengucapkan selamat tahun baru Masehi pada non muslim,
atau selamat tahun baru Hijriyah atau selamat Maulid Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam? ”
Al Lajnah Ad Daimah menjawab,
لا تجوز التهنئة بهذه المناسبات ؛ لأن الاحتفاء بها غير مشروع
“Tidak boleh mengucapkan selamat pada perayaan semacam itu karena
perayaan tersebut adalah perayaan yang tidak masyru’ (tidak
disyari’atkan).”
Wa billahit taufiq, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘alihi wa shohbihi wa sallam.
Yang menandatangani fatwa ini:
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah Alu Syaikh selaku ketua;
Syaikh ‘Abdullah bin Ghudayan,
Syaikh Sholih Al Fauzan,
Syaikh Bakr Abu Zaid selaku anggota.
[Soal pertama dari Fatwa no. 20795]
Sunnahnya Mengakhirkan Shalat Isya
Sunnahnya Mengakhirkan Shalat Isya
Dari Aisyah -radhiallahu anha- dia berkata:
أَعْتَمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ حَتَّى ذَهَبَ عَامَّةُ اللَّيْلِ وَحَتَّى نَامَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى فَقَالَ إِنَّهُ لَوَقْتُهَا لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي
“Suatu malam Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendirikan shalat ‘atamah (isya`) sampai berlalu sebagian besar malam dan penghuni masjid pun ketiduran, setelah itu beliau datang dan shalat. Beliau bersabda: “Sungguh ini adalah waktu shalat isya’ yang tepat, sekiranya aku tidak memberatkan umatku.” (HR. Muslim no. 638)
Dari Jabir bin Samurah -radhiallahu anhu- dia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُؤَخِّرُ صَلَاةَ الْعِشَاءِ الْآخِرَةِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa mengakhirkan shalat isya.” (HR. Muslim no. 643)
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:
أَعْتَمَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْعِشَاءِ حَتَّى نَادَاهُ عُمَرُ: الصَّلاَةُ، نَامَ النِّسَاءُ وَالصِّبْيَانُ. فَخَرَجَ فَقَالَ: مَا يَنْتَظِرُهَا أَحَدٌ مِنْ أَهْلِ الْأَرْضِ غَيْرُكُمْ. قَالَ: وَلاَ يُصَلَّى يَوْمَئِذٍ إِلاَّ بِالْمَدِيْنَةِ، وَكاَنُوْا يُصَلُّوْنَ فِيْمَا بَيْنَ أَنْ يَغِيْبَ الشَّفَقُ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ الْأَوَّلِ
“Rasulullah mengakhirkan shalat isya hingga malam sangat gelap sampai akhirnya Umar menyeru beliau, “Shalat. Para wanita dan anak-anak telah tertidur.” Beliau akhirnya keluar seraya bersabda, “Tidak ada seorang pun dari penduduk bumi yang menanti shalat ini kecuali kalian.” Rawi berkata, “Tidak dikerjakan shalat isya dengan cara berjamaah pada waktu itu kecuali di Madinah. Nabi beserta para sahabatnya menunaikan shalat isya tersebut pada waktu antara tenggelamnya syafaq sampai sepertiga malam yang awal.” (HR. Al-Bukhari no. 569 dan Muslim no. 1441)
Dari Mu’adz bin Jabal radhiallahu anhu dia berkata:
أَبْقَيْنَا النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي صَلاَةِ الْعَتَمَةِ، فَأَخَّرَ حَتَّى ظَنَّ الظَّانُّ أَنَّهُ لَيْسَ بِخَارِجٍ، وَالْقَائِلُ مِنَّا يَقُوْلُ: صَلَّى. فَإِنَّا لَكَذَلِكَ حَتَّى خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوْا لَهُ كَماَ قَالُوْا. فَقَالَ لَهُمْ: أَعْتِمُوْا بِهَذِهِ الصَّلاَةِ، فَإِنَّكُمْ قَدْ فَضَّلْتُمْ بِهَا عَلَى سَائِرِ الْأُمَمِ وَلَمْ تُصَلِّهَا أُمَّةٌ قَبْلَكُمْ
“Kami menanti Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam shalat isya (‘atamah), ternyata beliau mengakhirkannya hingga seseorang menyangka beliau tidak akan keluar (dari rumahnya). Seseorang di antara kami berkata, “Beliau telah shalat.” Maka kami terus dalam keadaan demikian hingga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar, lalu para sahabat pun menyampaikan kepada beliau apa yang mereka ucapkan. Beliau bersabda kepada mereka, “Kerjakanlah shalat isya ini di waktu malam yang sangat gelap (akhir malam) karena sungguh kalian telah diberi keutamaan dengan shalat ini di atas seluruh umat. Dan tidak ada satu umat sebelum kalian yang mengerjakannya.” (HR. Abu Dawud no. 421 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud)
Penjelasan ringkas:
Hukum asal dari shalat-shalat lima waktu adalah dikerjakan di awal waktunya masing-masing. Kecuali shalat isya, karena adany dalil-dalil yang tegas menunjukkan disunnahkannya untuk mengerjakan shalat isya di akhir malam. Walaupun demikian, Rasulullah tidaklah mengharuskan umatnya untuk terus mengerjakannya di akhir waktu disebabkan adanya kesulitan. Dalam pelaksanaan shalat isya berjamaah di masjid, beliau melihat jumlah orang-orang yang berkumpul di masjid untuk shalat, sedikit atau banyak. Sehingga terkadang beliau menyegerakan shalat isya dan terkadang mengakhirkannya. Bila beliau melihat para makmum telah berkumpul di awal waktu maka beliau mengerjakannya dengan segera. Namun bila belum berkumpul beliau pun mengakhirkannya.
Hal ini ditunjukkan dalam hadits Jabir radhiyallahu ‘anhuma, ia mengabarkan:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الظُّهْرَ بِالْهَاجِرَةِ وَالْعَصْرَ وَالشَّمْسُ نَقِيَّةٌ وَالْمَغْرِبَ إِذَا وَجَبَتْ وَالْعِشَاءَ أَحْيَانًا يُؤَخِّرُهَا وَأَحْيَانًا يُعَجِّلُ، كَانَ إِذَا رَآهُمْ قَدِ اجْتَمَعُوْا عَجَّلَ وَإِذَا رَآهُمْ أَبْطَأُوْا أَخَّرَ …
“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat zhuhur di waktu yang sangat panas di tengah hari, shalat ashar dalam keadaan matahari masih putih bersih, shalat maghrib saat matahari telah tenggelam dan shalat isya terkadang beliau mengakhirkannya, terkadang pula menyegerakannya. Apabila beliau melihat mereka (para sahabatnya/jamaah isya) telah berkumpul (di masjid) beliau pun menyegerakan pelaksanaan shalat isya, namun bila beliau melihat mereka terlambat berkumpulnya, beliau pun mengakhirkannya.” (HR. Al-Bukhari no. 565 dan Muslim no. 1458)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu berkata, “Yang afdhal/utama bagi para wanita yang shalat di rumah-rumah mereka adalah mengakhirkan pelaksanaan shalat isya, jika memang hal itu mudah dilakukan.” (Asy-Syarhul Mumti’ 2/116)
Bila ada yang bertanya, “Manakah yang lebih utama, mengakhirkan shalat isya sendirian atau melaksanakannya secara berjamaah walaupun di awal waktu?” Jawabannya, kata Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu, adalah shalat bersama jamaah lebih utama. Karena hukum berjamaah ini wajib (bagi lelaki), sementara mengakhirkan shalat isya hukumnya mustahab. Jadi tidak mungkin mengutamakan yang mustahab daripada yang wajib. (Asy-Syarhul Mumti’ 2/116, 117)
Dari Aisyah -radhiallahu anha- dia berkata:
أَعْتَمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ حَتَّى ذَهَبَ عَامَّةُ اللَّيْلِ وَحَتَّى نَامَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى فَقَالَ إِنَّهُ لَوَقْتُهَا لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي
“Suatu malam Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendirikan shalat ‘atamah (isya`) sampai berlalu sebagian besar malam dan penghuni masjid pun ketiduran, setelah itu beliau datang dan shalat. Beliau bersabda: “Sungguh ini adalah waktu shalat isya’ yang tepat, sekiranya aku tidak memberatkan umatku.” (HR. Muslim no. 638)
Dari Jabir bin Samurah -radhiallahu anhu- dia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُؤَخِّرُ صَلَاةَ الْعِشَاءِ الْآخِرَةِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa mengakhirkan shalat isya.” (HR. Muslim no. 643)
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:
أَعْتَمَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْعِشَاءِ حَتَّى نَادَاهُ عُمَرُ: الصَّلاَةُ، نَامَ النِّسَاءُ وَالصِّبْيَانُ. فَخَرَجَ فَقَالَ: مَا يَنْتَظِرُهَا أَحَدٌ مِنْ أَهْلِ الْأَرْضِ غَيْرُكُمْ. قَالَ: وَلاَ يُصَلَّى يَوْمَئِذٍ إِلاَّ بِالْمَدِيْنَةِ، وَكاَنُوْا يُصَلُّوْنَ فِيْمَا بَيْنَ أَنْ يَغِيْبَ الشَّفَقُ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ الْأَوَّلِ
“Rasulullah mengakhirkan shalat isya hingga malam sangat gelap sampai akhirnya Umar menyeru beliau, “Shalat. Para wanita dan anak-anak telah tertidur.” Beliau akhirnya keluar seraya bersabda, “Tidak ada seorang pun dari penduduk bumi yang menanti shalat ini kecuali kalian.” Rawi berkata, “Tidak dikerjakan shalat isya dengan cara berjamaah pada waktu itu kecuali di Madinah. Nabi beserta para sahabatnya menunaikan shalat isya tersebut pada waktu antara tenggelamnya syafaq sampai sepertiga malam yang awal.” (HR. Al-Bukhari no. 569 dan Muslim no. 1441)
Dari Mu’adz bin Jabal radhiallahu anhu dia berkata:
أَبْقَيْنَا النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي صَلاَةِ الْعَتَمَةِ، فَأَخَّرَ حَتَّى ظَنَّ الظَّانُّ أَنَّهُ لَيْسَ بِخَارِجٍ، وَالْقَائِلُ مِنَّا يَقُوْلُ: صَلَّى. فَإِنَّا لَكَذَلِكَ حَتَّى خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوْا لَهُ كَماَ قَالُوْا. فَقَالَ لَهُمْ: أَعْتِمُوْا بِهَذِهِ الصَّلاَةِ، فَإِنَّكُمْ قَدْ فَضَّلْتُمْ بِهَا عَلَى سَائِرِ الْأُمَمِ وَلَمْ تُصَلِّهَا أُمَّةٌ قَبْلَكُمْ
“Kami menanti Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam shalat isya (‘atamah), ternyata beliau mengakhirkannya hingga seseorang menyangka beliau tidak akan keluar (dari rumahnya). Seseorang di antara kami berkata, “Beliau telah shalat.” Maka kami terus dalam keadaan demikian hingga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar, lalu para sahabat pun menyampaikan kepada beliau apa yang mereka ucapkan. Beliau bersabda kepada mereka, “Kerjakanlah shalat isya ini di waktu malam yang sangat gelap (akhir malam) karena sungguh kalian telah diberi keutamaan dengan shalat ini di atas seluruh umat. Dan tidak ada satu umat sebelum kalian yang mengerjakannya.” (HR. Abu Dawud no. 421 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud)
Penjelasan ringkas:
Hukum asal dari shalat-shalat lima waktu adalah dikerjakan di awal waktunya masing-masing. Kecuali shalat isya, karena adany dalil-dalil yang tegas menunjukkan disunnahkannya untuk mengerjakan shalat isya di akhir malam. Walaupun demikian, Rasulullah tidaklah mengharuskan umatnya untuk terus mengerjakannya di akhir waktu disebabkan adanya kesulitan. Dalam pelaksanaan shalat isya berjamaah di masjid, beliau melihat jumlah orang-orang yang berkumpul di masjid untuk shalat, sedikit atau banyak. Sehingga terkadang beliau menyegerakan shalat isya dan terkadang mengakhirkannya. Bila beliau melihat para makmum telah berkumpul di awal waktu maka beliau mengerjakannya dengan segera. Namun bila belum berkumpul beliau pun mengakhirkannya.
Hal ini ditunjukkan dalam hadits Jabir radhiyallahu ‘anhuma, ia mengabarkan:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الظُّهْرَ بِالْهَاجِرَةِ وَالْعَصْرَ وَالشَّمْسُ نَقِيَّةٌ وَالْمَغْرِبَ إِذَا وَجَبَتْ وَالْعِشَاءَ أَحْيَانًا يُؤَخِّرُهَا وَأَحْيَانًا يُعَجِّلُ، كَانَ إِذَا رَآهُمْ قَدِ اجْتَمَعُوْا عَجَّلَ وَإِذَا رَآهُمْ أَبْطَأُوْا أَخَّرَ …
“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat zhuhur di waktu yang sangat panas di tengah hari, shalat ashar dalam keadaan matahari masih putih bersih, shalat maghrib saat matahari telah tenggelam dan shalat isya terkadang beliau mengakhirkannya, terkadang pula menyegerakannya. Apabila beliau melihat mereka (para sahabatnya/jamaah isya) telah berkumpul (di masjid) beliau pun menyegerakan pelaksanaan shalat isya, namun bila beliau melihat mereka terlambat berkumpulnya, beliau pun mengakhirkannya.” (HR. Al-Bukhari no. 565 dan Muslim no. 1458)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu berkata, “Yang afdhal/utama bagi para wanita yang shalat di rumah-rumah mereka adalah mengakhirkan pelaksanaan shalat isya, jika memang hal itu mudah dilakukan.” (Asy-Syarhul Mumti’ 2/116)
Bila ada yang bertanya, “Manakah yang lebih utama, mengakhirkan shalat isya sendirian atau melaksanakannya secara berjamaah walaupun di awal waktu?” Jawabannya, kata Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu, adalah shalat bersama jamaah lebih utama. Karena hukum berjamaah ini wajib (bagi lelaki), sementara mengakhirkan shalat isya hukumnya mustahab. Jadi tidak mungkin mengutamakan yang mustahab daripada yang wajib. (Asy-Syarhul Mumti’ 2/116, 117)
ADA APA DENGAN TEROMPET ?
ADA APA DENGAN TEROMPET ?
~~~~~~~~~~~~~~~~~
Dari Abu ‘Umair bin Anas radhiyallahu anhu
dari bibinya yang termasuk shahabiyah
anshor, “Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
memikirkan bagaimana cara mengumpulkan orang untuk shalat berjamaah. Ada
beberapa orang yang memberikan usulan.
Yang pertama mengatakan, ‘Kibarkanlah
bendera ketika waktu shalat tiba. Jika
orang-orang melihat ada bendera yang
berkibar maka mereka akan saling memberi tahukan tibanya waktu shalat. Namun Nabi
tidak menyetujuinya. Orang kedua
mengusulkan agar memakai teropet.
Nabipun tidak setuju, beliau bersabda,
‘Membunyikan terompet adalah perilaku
orang-orang Yahudi.’ Orang ketiga mengusulkan agar memakai lonceng. Nabi
berkomentar, ‘Itu adalah perilaku Nasrani.’
Setelah kejadian tersebut, Abdullah bin
Zaid bin Abdi Rabbihi pulang dalam kondisi
memikirkan agar yang dipikirkan Nabi.
Dalam tidurnya, beliau diajari cara beradzan.”
«««(HR. Abu Dawud, Lihat; Shahih Sunan
Abi Daud)»»»
-------
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah,
berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyukai terompet Yahudi yang
ditiup dengan mulut dan lonceng Nashrani
yang dipukul dengan tangan. Beliau
beralasan karena meniup terompet
merupakan perbuatan orang Yahudi dan
membunyikan lonceng itu merupakan perbuatan orang Nashrani. Karena
penyebutan sifat setelah hukum
menunjukkan alasan (pelarangan)
tersebut. Hal ini menunjukkan larangan
beliau dari seluruh perkara yang
merupakan kebiasaan Yahudi dan Nashrani.”
«««(Iqtidha Ash-Shirathil Mustaqim 1/356,
Dar A’Alamil Kutub, Beirut, cet. VII, 1419
H, tahqiq: Nashir Abdul Karim Al-‘Aql,
Asy-Syamilah)»»»
Friday 28 December 2012
Jauhilah Perbuatan Maksiat
Jauhilah Perbuatan Maksiat
Apa yang menyebabkan Adam dan Hawwa dikeluarkan dari Al Jannah (surga)?
Tidak lain adalah kemaksiatan mereka berdua bermaksiat kepada Allah
subhanahu wata’ala. Mereka melanggar larangan Allah subhanahu wata’ala
karena mendekati sebuah pohon di Al Jannah, mereka terbujuk oleh rayuan
iblis yang mengajak mereka untuk bermaksiat kepada Allah subhanahu
wata’ala.
Wahai para pemuda, senantiasa iblis, syaitan, dan
bala tentaranya berupaya untuk mengajak umat manusia seluruhnya agar
mereka bermaksiat kepada Allah subhanahu wata’ala, mereka mengajak umat
manusia seluruhnya untuk menjadi temannya di neraka. Sebagaimana yang
Allah subhanahu wata’ala jelaskan dalam firman-Nya (yang artinya):
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ
“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka jadikanlah ia
musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu mengajak golongannya
supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Fathir: 6)
Setiap amalan keburukan dan maksiat yang engkau lakukan, walaupun kecil
pasti akan dicatat dan diperhitungkan di sisi Allah subhanahu wata’ala.
Pasti engkau akan melihat akibat buruk dari apa yang telah engkau
lakukan itu. Allah subhanahu wata’ala berfirman (yang artinya):
وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
“Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sekecil apapun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (Az Zalzalah: 8)
Syaitan juga menghendaki dengan kemaksiatan ini, umat manusia menjadi
terpecah belah dan saling bermusuhan. Jangan dikira bahwa ketika engkau
bersama teman-temanmu melakukan kemaksiatan kepada Allah subhanahu
wata’ala, itu merupakan kesepakatan di antara kalian. Sekali-kali tidak,
justru cepat atau lambat, teman yang engkau cintai menjadi musuh yang
paling engkau benci. Allah subhanahu wata’ala berfirman:
إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ
وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ
اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ
“Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan
kebencian di antara kamu karena (meminum) khamr dan berjudi itu, dan
menghalangi kamu dari mengingat Allah dan solat, maka berhentilah kamu
(dari mengerjakan perbuatan itu).” (Al Maidah: 91)
Demikianlah
syaitan menjadikan perbuatan maksiat yang dilakukan manusia sebagai
jalan untuk memecah belah dan menimbulkan permusuhan di antara mereka.
.......hazim faiz said....
Batasan Gambar Makluk bernyawa
Batasan Gambar Makluk bernyawa
- - -
Yang dimaksudkan dengan gambar mahluk bernyawa itu adalah yang cukup
sifatnya pada wajah di kepalanya seperti mata, hidung, kening, mulut
dll. Hal ini telah dijelaskan oleh ulama.
Imam Al Hadifz Ibnu Hajar Al Atsqalani :
“Kata al Khaththabi : dan gambar yang menghalangi masuknya malaikat ke
dalam rumah adalah gambar yang padanya terpenuhi hal-hal yang haram,
yakni gambar-gambar makhluk yang bernyawa, yang tidak terpotong
kepalanya (menjelaskan sifat pada wajah/kepala seperti mata, telinga,
kening, hidung, dll) atau tidak dihinakan..."
Menyebarkan aib seseorang yang masih layak dinasehati secara tertutup (adalah satu bentuk fanatisme terselubung)
Menyebarkan aib seseorang yang masih layak dinasehati secara tertutup (adalah satu bentuk fanatisme terselubung)
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdullah Al-Imam hafizhahuLlahu ta’ala
Seorang yang berilmu bisa jadi mengetahui kesalahan saudaranya yang
juga berilmu, maka tatkala dia bersegera mengingkari dan menjatuhkan
saudaranya, padahal dia mampu menasihatinya dengan baik, dan juga dia
mengetahui bahwa saudaranya yang bersalah akan menerima nasihat, maka
ini termasuk menyebarkan aib yang tidak bisa diterima.
Cara
yang ditempuhnya berupa celaan (jarh) dan penyebaran aib saudaranya
adalah bentuk fanatisme terselubung (ta’ashshub khafi) terhadap diri
sendiri dan hawa nafsu.
Al-‘Allamah Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata dalam kitabnya “Ath-Thuruq Al-Hukmiyah” (hal. 58):
“Dan diantara bentuk kecerdasan yang mendalam adalah engkau tidak
menyebarkan kesalahan seorang yang ditaati di tengah-tengah manusia,
sehingga engkau malah membawanya semakin terjerumus dalam kesalahan,
maka itu adalah kesalahan kedua. Akan tetapi hendaklah engkau sampaikan
kepadanya dengan penuh kelembutan, sehingga orang lain tidak mengetahui
kesalahannya.”
Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah berkata dalam kitabnya “Adab Ath-Tholab” (hal. 81):
“Dan banyak engkau temui dua orang yang adil dari kalangan ahli ilmu
namun berseteru dalam satu permasalahan, keduanya berbeda pendapat dalam
satu pembahasan, maka setiap mereka mulai mencari-cari dalil untuk
menguatkan pendapatnya, sehingga pada akhirnya masing-masing membawa
al-mutaroddiyah (bangkai hewan yang mati karena terjatuh) dan
an-nathihah (bangkai hewan yang mati karena dilukai hewan lainnya)
(yakni mengada-ngada dalam berdalil, pen) padahal setiap mereka tahu
bahwa kebenaran berada pada pihak yang lain dan apa yang dia bawa sama
sekali tidak dapat mengenyangkan dan tidak pula menghilangkan dahaga.
Dan ini adalah bentuk fanatisme (ta’ashshub) yang sangat terselubung,
dimana banyak orang yang adil (lagi berilmu) masih terjatuh padanya
(apalagi yang jahil lagi zalim, pen), terlebih lagi ketika di hadapan
manusia, sulit bagi orang yang menyalahkan (kebenaran yang ada pada
saudaranya) untuk kembali kepada kebenaran kecuali dalam kondisi yang
sangat jarang sekali. Dan ini kebanyakan terjadi dalam majelis-majelis
pelajaran dan forum-forum ahli ilmu.”
Aku (Asy-Syaikh Muhammad bin Abdullah Al-Imam hafizhahullah) berkata,
“Apabila tujuan menyebarkan celaan adalah untuk menunjukkan kecemburuan
terhadap agama dan bahwasannya dia tidak sabar atas kesalahan yang dia
ketahui, maka dalam perbuatan itu terdapat bentuk kepercayaan terhadap
diri sendiri.
Adapun jika tujuan menampakkan celaan karena
anggapan bahwa hal itu lebih bermanfaat dalam menasihati dan lebih kuat
pengaruhnya dalam perbaikan maka itu adalah ijtihad yang diterima, akan
tetapi yang menjadi ukuran apakah ijtihadnya benar atau tidak adalah
pada akibatnya.
Jadi, apabila nampak akibat penyebaran aib
tersebut membuka pintu perselisihan dan pertikaian yang bisa jadi
semakin memanas, maka wajib atas pelakunya untuk bersegera melakukan
perbaikan apa yang telah dirusaknya, sehingga dia menjadi seorang
mujtahid yang mendapat satu pahala dalam penyebaran celaan tersebut, dan
mendapat dua pahala ketika dia kembali melakukan perbaikan. Adapun jika
telah lewat masa yang panjang, dalam keadaan dia tidak peduli dengan
perpecahan yang telah dibuatnya, maka ini hanyalah sekedar memenangkan
hawa nafsu belaka. Semoga Allah ta’ala melindungi kita dari keburukan
jiwa-jiwa kita.
Maka ingatlah Allah, ingatlah Allah dalam
memperbaiki kondisi untuk menjaga ukhuwah, saling tolong menolong,
saling menguatkan dan saling menjaga persatuan, kasih sayang dan
kecintaan.”
[Al-Ibanah ‘an Kaifiati At-Ta’amul ma’al Khilaaf
bayna Ahlis Sunnah wal Jama’ah (Penjelasan tentang Cara Menyikapi
Perselisihan antara Ahlus Sunnah wal Jama’ah), hal. 266-267]
Berakhlak dengan akhlak yang mulia adalah termasuk dari pegangan aqidah ahlus sunnah.
Berakhlak dengan akhlak yang mulia adalah termasuk dari pegangan aqidah ahlus sunnah..
Syaikhul Islam Ibnu Thaimiyyah berkata:
وَيَدْعُونَ إلَى:مَكَارِمِ الْأَخْلَاقِ.وَمَحَاسِنِ
الْأَعْمَالِ.وَيَعْتَقِدُونَ: مَعْنَى قَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ
خُلُقًا» .وَيَنْدُبُونَ إِلَى:أَنْ تَصِلَ مَنْ قَطَعَك.وَتُعْطِيَ مَنْ
حَرَمَك.وَتَعْفُوَ عَمَّنْ ظَلَمَك وَيَأْمُرُونَ: بِبِرِّ
الْوَالِدَيْنِ. وَصِلَةِ الْأَرْحَامِ. وَحُسْنِ الْجِوَارِ.
وَالْإِحْسَانِ إِلَى: الْيَتَامَى، وَالْمَسَاكِينِ، وَابْنِ السَّبِيلِ.
وَالرِّفْقِ بِالْمَمْلُوكِ. وَيَنْهَوْنَ عَنْ: الْفَخْرِ،
وَالْخُيَلَاءِ. وَالْبَغْيِ، وَالِاسْتِطَالَةِ عَلَى الْخَلْقِ بِحَقِّ
أَوْ بِغَيْرِ حَقٍّ. وَيَأْمُرُونَ: بِمَعَالِي الْأَخْلَاقِ وَيَنْهَوْنَ
عَنْ: سِفْسَافِهَا
“Dan mereka
(al-firqoh an-najiah ahlus sunnah wal jama’ah) menyeru kepada
(penerapan) akhlak yang mulia dan amal-amal yang baik. Mereka meyakini
kandungan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Yang paling sempuna
imannya dari kaum mukminin adalah yang paling baik akhlaknya diantara
mereka“. Dan mereka mengajakmu untuk menyambung silaturahmi dengan orang
yang memutuskan silaturahmi denganmu, dan agar engkau memberi kepada
orang yang tidak memberi kepadamu, engkau memaafkan orang yang berbuat
zhalim kepadamu, dan ahlus sunnah wal jama’ah memerintahkan untuk
berbakti kepada kedua orang tua, menyambung silaturahmi, bertetangga
dengan baik, berbuat baik kepada anak-anak yatim, fakir miskin, dan para
musafir, serta bersikap lembut kepada para budak. Mereka (Ahlus sunnah
wal jama’ah) melarang sikap sombong dan keangkuhan, serta merlarang
perbuatan dzolim dan permusuhan terhadap orang lain baik dengan sebab
ataupun tanpa sebab yang benar. Mereka memerintahkan untuk berakhlak
yang tinggi (mulia) dan melarang dari akhlaq yang rendah dan buruk”.
[lihat Matan al-'Aqiidah al-Waashithiyyah]
apa itu isbal?
Bismillah.
Kaum yg tetap ingkar dgn larangan isbal (melabuhkan pakaian melebihi
paras buku lali / mata kaki), maka ketahuilah mereka adalah kaum yg
telah diancam oleh Allah yakni dikecualikan mereka dr golongan2 yg
dicintai oleh Allah bahkan lebih buruk dari itu, yakni tdk akan diajak
bicara, tdk dipandang serta tdk disucikan dosa mereka oleh Allah.
Wa'iyadzubillah..
- - -
Dari Mughirah bin Syu’bah Radhiallahu’anhu beliau berkata:
“Aku melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mendatangi kamar
Sufyan bin Abi Sahl, lalu beliau berkata: ‘Wahai Sufyan, janganlah
engkau isbal. Kerana Allah tidak mencintai orang-orang yang musbil’”
(HR. Ibnu Maajah no.2892, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Maajah)
- - -
“Ada tiga jenis manusia yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada
hari Kiamat, tidak dipandang, dan tidak akan disucikan oleh Allah. Untuk
mereka bertiga seksaan yang pedih. Itulah laki-laki yang isbal, orang
yang mengungkit-ungkit sedekah dan orang yang melariskan barang
dagangannya dengan sumpah palsu”.
(HR. Muslim, 106)
Via akhina @Abu Muhammad al badr
Tiga Wasiat Penting Rasulullah
Tiga Wasiat Penting Rasulullah
عَنْ أَبِي ذَرّ جُنْدُبْ بْنِ جُنَادَةَ وَأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ
مُعَاذ بْن جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ
السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
Dari Abu Dzar, Jundub bin Junadah dan Abu Abdurrahman, Mu’az bin Jabal
radhiallahuanhuma dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam beliau
bersabda : “Bertakwalah kepada Allah dimana saja kamu berada, iringilah
keburukan dengan kebaikan niscaya menghapuskannya dan pergauilah manusia
dengan akhlak yang baik “ [HR: Ahmad V/153, 158, 177, at-Tirmidzi no.
1987]
Penjelasan hadits:
Hadits yang mulia ini berisi wasiat berharga dari Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam kepada kita semua dalam mengarungi kehidupan
dunia ini. Wasiat ini berhubungan dengan hubungan kita kepada Allah,
diri sendiri dan orang lain. Setiap kita mesti akan berhubungan dengan
sang pencipta kita dan ini dapat diwujudkan dengan benar hanya dengan
takwa kepadaNya disetiap saat. Juga setiap kita akan berhubungan dengan
diri sendiri sebagai insan yang tidak luput dari kesalahan dan dosa,
maka caranya adalah dengan mengiringi kesalahan dan dosa dengan taubat
yang merupakan amalan soleh dan kebajikan yang dapat menghapus dosa
kesalahan tersebut. Sehingga bila seorang berbuat dosa maka segera
mengiringinya dengan taubat dan menambah amal kebaikan yang dapat
menghapusnya.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan
laksanakanlah solat pada kedua hujung siang (pagi dan petang) dan pada
bahagian permulaan malam. Perbuatan-perbuatan baik itu menghapus
kesalahan-kesalahan” (Qs Hûd/11: 114).
Demikian indahnya
wasiat ini, sesiapa yang ingin selamat didunia akhirat maka hendaklah
mengamalkan tiga wasiat Rasululah Shallallahu’alaihi Wasallam ini.
Semoga kita dapat melakukankannya!!!
-hazimfaizsaid-
Bersemangatlah Menuntut Ilmu Agama
[Bersemangatlah Menuntut Ilmu Agama]
Menuntut ilmu agama termasuk amal yang paling mulia, dan ia merupakan tanda dari kebaikan.
Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Orang yang
dikehendaki oleh Allah untuk mendapatkan kebaikan, akan dimudahkan untuk
memahami ilmu agama” (HR. Bukhari-Muslim).
Hal ini dikaranakan dengan menuntut ilmu agama seseorang akan
mendapatkan pengetahuan yang bermanfaat baginya untuk melakukan amal
shalih.
Allah Ta’ala juga berfirman yang artinya, “Dan
Allahlah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan hudaa dan dinul haq” [At
Taubah: 33].
Dan hudaa di sini adalah ilmu yang bermanfaat,
dan maksud dinul haq di sini adalah amal shalih. Selain itu, Allah
Ta’ala pernah memerintahkan Nabi-Nya Shalallahu’alaihi Wasallam untuk
meminta tambahan ilmu,
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Katakanlah (Wahai Muhammad), Ya Rabb, tambahkanlah ilmuku” [Thaha: 114].
Al Hafidz Ibnu Hajar berkata: “Ayat ini adalah dalil yang tegas
tentang keutamaan ilmu. Karena Allah Ta’ala tidak pernah memerintahkan
Nabinya Shalallahu’alaihi Wasallam untuk meminta tambahan terhadap
sesuatu, kecuali ilmu” [Fathul Baari, 187/1].
Dan Rasulullah
Shalallahu’alaihi Wasallam memberi nama majlis ilmu agama dengan
‘Riyadhul Jannah’ (Taman Surga). Beliau juga memberi julukan kepada para
ulama sebagai ‘Warotsatul Anbiyaa’ (Pewaris Para Nabi). Wallahu a'lam.
-hazim faiz said- — at Sana'a ,Yaman.
Semangat di atas ikatan keimanan di antara kaum muslimin
[Semangat di atas ikatan keimanan di antara kaum muslimin]
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara, maka
perbaikilah (damaikanlah) hubungan antara kedua saudaramu (yang
berselisih), dan bertaqwalah kepada Allah agar kalian diberi rahmat“.
(QS. Al-Hujurat: 10)
Dari sini bererti memutus hubungan (di antara kaum muslimin) adalah dosa besar di antara dosa-dosa besar yang ada.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Dibukakan pintu-pintu surga pada hari isnin dan
khamis, maka diampuni setiap hamba yang muslim selama tidak berbuat
syirik kepada Allah, kecuali seseorang yang terdapat kebencian pada
saudaranya, lalu dikatakan: Perhatikanlah oleh kalian sampai mereka
berdua berdamai. Perhatikanlah oleh kalian sampai mereka berdua
berdamai.” (HR. Muslim).
Sesungguhnya seorang muslim yang
muwahhid (bertauhid) lagi jujur ketauhidannya, tidak akan membenci dan
hasad (dengki) kepada saudaranya. Jika saudaranya merasakan sakit, maka
ia pun merasakan hal yang sama. Bahkan ia pun akan merasakan bahagia
jika saudaranya bahagia. Ia akan berusaha menjaga dirinya dari sekecil
mungkin berbuat salah kepada saudaranya.
(hazim faiz said) — at Sana'a ,Yaman.
Roh & Mati
Roh & Mati
Bismillah. kita baru sahaja mengalami mati kecil iaitu tidur, mati
kecil ini setiap hari kita akan alami sementara menunggu mati yg besar
iaitu diwaktu roh keluar dari badan kita dan tidak akan kembali lagi.
Perlu kita ketahui bahawa, semasa kita tidur, Roh kita boleh bertemu
& saling kenal mengenali dengan Roh orang yang sudah meninggal
dunia. Tetapi bila sampai waktunya (bangun dari tidur), Roh kita yang
keluar semasa tidur akan Allah pulangkan kembali ke dalam jasad kita
tetapi Roh mereka yang sudah meninggal dunia juga ingin kembali ke
jasadnya tetapi Allah menghalangnya.
Allah berfirman, "Allah (Yang Menguasai Segala-galanya), Dia mengambil
dan memisahkan satu-satu Roh dari badannya, Roh orang yang sampai
ajalnya semasa matinya, dan roh orang yang tidak mati; dalam masa
tidurnya; kemudian Dia (Allah) menahan Roh orang yang Dia tetapkan
matinya dan melelaskan balik Roh yang lain (ke badannya) sehingga sampai
ajalnya yang ditentukan." Surah Az-Zumar: Ayat 42.
Abu
Abdullah bin Mandah menyebutkan, dari Ibnu Abbas r.a dia berkata
mengenai ayat ini; "sampai berita kepadaku bahawa Roh orang-orang yang
hidup dan yang sudah meninggal dunia boleh saling bertemu ketika tidur,
lalu mereka saling bertanya. Kemudia Allah menahan Roh orang yang sudah
meninggal dunia dan mengembalikan Roh orang-orang masih hidup
kejasadnya."
Ibnu Abu Hatim berkata di dalam tafsirya, dari
As-Suda tentang firman Allah; "Dan Roh orang yang tidak mati: dalam masa
tidurnya" bahawa Allah memegang Roh di dalam tidurnya itu, lalu Roh
orang yang hidup itu bertemu dengan Roh orang sudah meninggal dunia,
lalu mereka saling mengingat dan saling mengenal. Kemudian Roh orang
yang hidup kembali ke jasadnya di dunia hingga sampai ajalnya, dan Roh
orang yang sudah meninggal dunia ingin kembali jasadnya, tetapi di
tahan."
- Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dlm kitabnya "Mengenal Hakikat Roh".
KHUTBAH IBLIS:
KHUTBAH IBLIS:
"Dan berkatalah syaitan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan:
"Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepada kalian janji yang benar,
dan akupun telah menjanjikan kepada kalian tetapi aku menyalahinya.
sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadap kalian, melainkan
(sekadar) aku menyeru kalian lalu kalian mematuhi seruanku, oleh sebab
itu janganlah kalian mencerca aku akan tetapi cercalah diri kalian
sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolong kalian dan kalian pun
sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan
perbuatan kalian yang mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu".
Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih".Dan
dimasukkanlah orang-orang yang beriman dan beramal soleh ke dalam
syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya
dengan seizin Tuhan mereka" (QS Ibrahim : 22-23)
[ KENALI RABBMU(TUHANMU) MELALUI KALAMNYA DAN SABDA RASULNYA S.A.W SERTA PARA PENGIKUTNYA ]
[ KENALI RABBMU(TUHANMU) MELALUI KALAMNYA DAN SABDA RASULNYA S.A.W SERTA PARA PENGIKUTNYA ]
Firman Allah Ta`ala:
إن ربّكم الله الذي خلق السماوات والأرض في ستة أيام ثم استوى على العرش. يدبّر الأمر ما من شفيع غلا من بعد إذنه ذالكم الله ربكم فاعبدوه أفلا تذكّرون
Maksudnya: " Sesungguhnya Tuhanmu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,kemudian Dia beristiwa`(bersemayam)di atas `Arasy mengatur segala urusan,tiada seorang pun yang akan memberi syafaat(pertolongan)kecuali sesudah mendapat izinNya,(Zat)yang demikian itulah Allah,Tuhan kamu,maka sembahlah Dia.Maka apakah kamu tidak mengambil pengajaran? [ Yunus 10:3 ]
Sabda Rasulullah s.a.w:
" لما خلق الله الخلق كتب في كتاب فهو عنده فوق العرش إن رحمتي تغلب غضبي "
" Apabila Allah telah mencipta makhluk,Dia telah menulis di Kitab dan ianya berada disisiNya diatas `Arasy " Sesungguhnya rahmatKu mengatasi kemurkaanKu".
[ Muttafaqun`alaihi ],sabda baginda lagi:
" ألا تأمنوني وأنا أمين من في السماء يأتيني خبر السماء مساء وصباحا "
" Apakah kamu tidak mempercayaiku? sedangkan aku ialah kepercayaan yang berada di langit,datang kepadaku khabar langit petang dan pagi" [ Muttafaqun`alaihi ]
Kata Abu Bakr As-Siddiq r.a:
" من كان يعبد محمدا فإن محمدا قد مات ومن كان يعبد الله فإن الله في السماء حي لا يموت "
" Sesiapa yang menyembah Muhammad maka sesungguhnya Muhammad telah mati! dan sesiapa yang menyembah Allah,sesungguhya Allah yang di langit Maha Hidup dan tidak mati!!" [ HR Al-Bukhari dalam At-Tarikh Al-Kabir no:623 ]
Kata `Adi bin `Umairah radiallahu`anhu ketika mengisahkan kisah keluarnya beliau berhijrah kepada Nabi s.a.w dan pengislamannya:
" فإذا هو ومن معه يسجدون على وجوههم ويزعمون أن إلههم في السماء فأسلمت وتبعته "
" Aku mendapati beliau(Nabi) dan orang-orang yang bersamanya sujud menundukkan wajah-wajah mereka dan mereka berkata bahawa Tuhan mereka di langit,lalu aku pun masuk islam dan mengikutinya" [ Al-Maghazi Yahya bin Sa`id Al-Umawi,rujuk Ijtimak Juyush hlm 67 ] —
Firman Allah Ta`ala:
إن ربّكم الله الذي خلق السماوات والأرض في ستة أيام ثم استوى على العرش. يدبّر الأمر ما من شفيع غلا من بعد إذنه ذالكم الله ربكم فاعبدوه أفلا تذكّرون
Maksudnya: " Sesungguhnya Tuhanmu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,kemudian Dia beristiwa`(bersemayam)di atas `Arasy mengatur segala urusan,tiada seorang pun yang akan memberi syafaat(pertolongan)kecuali sesudah mendapat izinNya,(Zat)yang demikian itulah Allah,Tuhan kamu,maka sembahlah Dia.Maka apakah kamu tidak mengambil pengajaran? [ Yunus 10:3 ]
Sabda Rasulullah s.a.w:
" لما خلق الله الخلق كتب في كتاب فهو عنده فوق العرش إن رحمتي تغلب غضبي "
" Apabila Allah telah mencipta makhluk,Dia telah menulis di Kitab dan ianya berada disisiNya diatas `Arasy " Sesungguhnya rahmatKu mengatasi kemurkaanKu".
[ Muttafaqun`alaihi ],sabda baginda lagi:
" ألا تأمنوني وأنا أمين من في السماء يأتيني خبر السماء مساء وصباحا "
" Apakah kamu tidak mempercayaiku? sedangkan aku ialah kepercayaan yang berada di langit,datang kepadaku khabar langit petang dan pagi" [ Muttafaqun`alaihi ]
Kata Abu Bakr As-Siddiq r.a:
" من كان يعبد محمدا فإن محمدا قد مات ومن كان يعبد الله فإن الله في السماء حي لا يموت "
" Sesiapa yang menyembah Muhammad maka sesungguhnya Muhammad telah mati! dan sesiapa yang menyembah Allah,sesungguhya Allah yang di langit Maha Hidup dan tidak mati!!" [ HR Al-Bukhari dalam At-Tarikh Al-Kabir no:623 ]
Kata `Adi bin `Umairah radiallahu`anhu ketika mengisahkan kisah keluarnya beliau berhijrah kepada Nabi s.a.w dan pengislamannya:
" فإذا هو ومن معه يسجدون على وجوههم ويزعمون أن إلههم في السماء فأسلمت وتبعته "
" Aku mendapati beliau(Nabi) dan orang-orang yang bersamanya sujud menundukkan wajah-wajah mereka dan mereka berkata bahawa Tuhan mereka di langit,lalu aku pun masuk islam dan mengikutinya" [ Al-Maghazi Yahya bin Sa`id Al-Umawi,rujuk Ijtimak Juyush hlm 67 ] —
Apakah itu Qadianiah (Ahmadiah)?
Apakah itu Qadianiah (Ahmadiah)?
Firqah Batiniah diasaskan oleh Mirza Ghulam Ahmad yg mendakwa dirinya adalah; Nabi, diberi Wahyu, lebih afdal dri segala Nabi-nabi, dan mendakwa mendapat Kitab baharu yg menggantikan al-Quran diberi nama: al-Kitab al-Mubin.
ALLAH ta'ala telah memusnahkan musuhNya, Mirza ini dgn penyakit Kolera dan dia mati dlm Jamban. na'uzubillah min al-Jahli wa al-Dolal.
kt Malaysia sudah difatwakan sbgai kafir dan murtad. sudah dibanteras namun masih ada serpihan2 kecil yg kini kembali aktif di "PERLIS DARUL SUNNAH"..
Firqah Batiniah diasaskan oleh Mirza Ghulam Ahmad yg mendakwa dirinya adalah; Nabi, diberi Wahyu, lebih afdal dri segala Nabi-nabi, dan mendakwa mendapat Kitab baharu yg menggantikan al-Quran diberi nama: al-Kitab al-Mubin.
ALLAH ta'ala telah memusnahkan musuhNya, Mirza ini dgn penyakit Kolera dan dia mati dlm Jamban. na'uzubillah min al-Jahli wa al-Dolal.
kt Malaysia sudah difatwakan sbgai kafir dan murtad. sudah dibanteras namun masih ada serpihan2 kecil yg kini kembali aktif di "PERLIS DARUL SUNNAH"..
Syari'at/Syara'
Syari'at/Syara' itu ada 3 jenis:
1- Syara' Munazzal (Syariat yg diturunkan dri ALLAH ta'ala)
2- Syara' Mubaddal (Syariat yg direka cipta oleh manusia kmudian disandrkan kpd ALLAH ta'ala)
3- Syara' Muawwal (Hukum Hakam Syariat yg terhasil dri ijtihad para Ulama')
yg pertama WAJIB ikut, yg ke-2 HARAM & KUFUR, yg ke-3 hendklah diukur dgn dalilnya, mana yg sahih diambil, mana yg x Sahih ditolak.
[Mutiara Faedah dri Syaikhul Islam Ibn Taimiah al-Hafid rahimahullah].
1- Syara' Munazzal (Syariat yg diturunkan dri ALLAH ta'ala)
2- Syara' Mubaddal (Syariat yg direka cipta oleh manusia kmudian disandrkan kpd ALLAH ta'ala)
3- Syara' Muawwal (Hukum Hakam Syariat yg terhasil dri ijtihad para Ulama')
yg pertama WAJIB ikut, yg ke-2 HARAM & KUFUR, yg ke-3 hendklah diukur dgn dalilnya, mana yg sahih diambil, mana yg x Sahih ditolak.
[Mutiara Faedah dri Syaikhul Islam Ibn Taimiah al-Hafid rahimahullah].
Istilah "Jahmiah"
Istilah "Jahmiah" adlh disandrkan kpd Jahm bin
Safwan yg muncul pd akhir zmn kerajaan Bani Umayyah, dia menyebarkan
ajran menafikan sifat2 ALLAH & membina Aqidahnya ats manhaj:
Mendahulukan Aqal ats Naqal.
Maka, semua firqah Ahli Kalam; Muktazilah, Kullabiah, Asya'irah, Maturidiah dikategoriakn secra umum sbgai Jahmiah krna mereka semua membina aqidh mereka ats dasar: Mendahulukan Aqal ats Naqal.
[Faedah dri: Syarah al-Hamawiah oleh Syaikh Soleh Alu Syaikh hafizahullah, m.s 148-149].
Maka, semua firqah Ahli Kalam; Muktazilah, Kullabiah, Asya'irah, Maturidiah dikategoriakn secra umum sbgai Jahmiah krna mereka semua membina aqidh mereka ats dasar: Mendahulukan Aqal ats Naqal.
[Faedah dri: Syarah al-Hamawiah oleh Syaikh Soleh Alu Syaikh hafizahullah, m.s 148-149].
Istilah "Syaikhul Islam"
Istilah "Syaikhul Islam" merujuk kpd mereka yg
menguasai ilmu syara' dgn penguasaan yg meluas dlm setiap bidangnya;
Tafsir, Usul Fiqh, Aqidah, Fiqh, Ilmu Hadis riwayat & dirayah dll.
Org pertama yg digelar dgn gelran ini dgn makna istilahi ini adlh Imam Abdullah bin al-Mubarak rahimahullah [w.181H].
Istilah Syaikhul Islam jika diitlakkan slepas zaman Ibn Taimiah al-Hafid rahimahullah maka yg dimaksudkan pd kebiasaan adalah beliau (Ibn Taimiah al-Hafid), adapun istilah Syaikhul Islam jika diitlakkan dlm kitab2 Ibn Taimiah al-Hafid rahimahullah maka beliau maksudkan adalah; Syaikhul Islam Abdullah bin Muhammad al-Ansari al-Harawi rahimahullah [w.481 H] pengarng kitab Manazil al-Sairin yg disyarah Imam Ibn Qayyim al-Jauziyyah dlm Madarij al-Salikin.
demikian juga dlm setiap mazhab ada penggunaan tersendiri bg merujuk istilah Syaikhul Islam. dlm Mazhab al-Syafii jika diitlakkan Syaikhul Islam maka merujuk kpd Imam Abu Zakaria al-Ansari rahimahullah. dlm kitab2 Mustalah Hadis oleh al-Sayuti rahimahullah jika diitlakkan kalimah Syaikhul Islam maka maksud beliau adalh Imam Ibn Hajar al-'Asqalani rahimahullah.
Org pertama yg digelar dgn gelran ini dgn makna istilahi ini adlh Imam Abdullah bin al-Mubarak rahimahullah [w.181H].
Istilah Syaikhul Islam jika diitlakkan slepas zaman Ibn Taimiah al-Hafid rahimahullah maka yg dimaksudkan pd kebiasaan adalah beliau (Ibn Taimiah al-Hafid), adapun istilah Syaikhul Islam jika diitlakkan dlm kitab2 Ibn Taimiah al-Hafid rahimahullah maka beliau maksudkan adalah; Syaikhul Islam Abdullah bin Muhammad al-Ansari al-Harawi rahimahullah [w.481 H] pengarng kitab Manazil al-Sairin yg disyarah Imam Ibn Qayyim al-Jauziyyah dlm Madarij al-Salikin.
demikian juga dlm setiap mazhab ada penggunaan tersendiri bg merujuk istilah Syaikhul Islam. dlm Mazhab al-Syafii jika diitlakkan Syaikhul Islam maka merujuk kpd Imam Abu Zakaria al-Ansari rahimahullah. dlm kitab2 Mustalah Hadis oleh al-Sayuti rahimahullah jika diitlakkan kalimah Syaikhul Islam maka maksud beliau adalh Imam Ibn Hajar al-'Asqalani rahimahullah.
Apakah itu Gerakan Hashashin (Assasins)?
Apakah itu Gerakan Hashashin (Assasins)?
Ia adalah Gerakan Syi'ah Batiniah bersikap Terroris diasaskan pd tahun 483 H di kawasan pergunungan Selatan Laut Caspian. diasaskan oleh:
- Ahmad bin Abdul Malik bin 'Attash (ketua di Kubu Isfahan)
-Al-Hasan bin Muhammad bin Ali al-Sobbah (Hasan-i Sabbah); Ketua Kubu Alamut.
Ia ditubuhkn setelah tumbangnya kerajaan2 Syi'ah Batiniah; Fatimiah Mesir & Qaramitah Bahrain di tgn kesultanan Bani Seljuq bg meneruskn gerakan Ajran Kufur Batiniah.
Tugas Gerakan ini adalah: Membunuh pemimpin2 Politik Sunni & mereka b'jaya menculik & bunuh:
-Khalifah al-Mustarsyid
-Khalifah al-Raasyid
-Sultan 'Imad al-Deen Zanki
-al-Amir Maudud bin al-Tuntakin, Sultan Mosul
-Nizamul Mulk, Menteri Besar kesultanan Seljuq.
dan cubaan bunuh yg gagal terhadap Sultan Salahuddin al-Ayyubi.
selain itu juga, mereka merompak dan bersubhat dgn musuh2 Islam membuat onar dlm negeri2 Islam.
Gerakan ini hnya tamat semasa penjajahan Moghul ke ats negara2 Islam (kurun ke-7 Hijrah).
Ia adalah Gerakan Syi'ah Batiniah bersikap Terroris diasaskan pd tahun 483 H di kawasan pergunungan Selatan Laut Caspian. diasaskan oleh:
- Ahmad bin Abdul Malik bin 'Attash (ketua di Kubu Isfahan)
-Al-Hasan bin Muhammad bin Ali al-Sobbah (Hasan-i Sabbah); Ketua Kubu Alamut.
Ia ditubuhkn setelah tumbangnya kerajaan2 Syi'ah Batiniah; Fatimiah Mesir & Qaramitah Bahrain di tgn kesultanan Bani Seljuq bg meneruskn gerakan Ajran Kufur Batiniah.
Tugas Gerakan ini adalah: Membunuh pemimpin2 Politik Sunni & mereka b'jaya menculik & bunuh:
-Khalifah al-Mustarsyid
-Khalifah al-Raasyid
-Sultan 'Imad al-Deen Zanki
-al-Amir Maudud bin al-Tuntakin, Sultan Mosul
-Nizamul Mulk, Menteri Besar kesultanan Seljuq.
dan cubaan bunuh yg gagal terhadap Sultan Salahuddin al-Ayyubi.
selain itu juga, mereka merompak dan bersubhat dgn musuh2 Islam membuat onar dlm negeri2 Islam.
Gerakan ini hnya tamat semasa penjajahan Moghul ke ats negara2 Islam (kurun ke-7 Hijrah).
[MENGENAI ADZAB KUBUR]
[MENGENAI ADZAB KUBUR]
Pertanyaan: Sheikh Utsaimin ditanya tentang adzab kubur, apakah
dirasakan oleh ROH DAN BADAN atau kah hanya pada roh saja tanpa badan.
Jawapan: Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, adzab dan nikmat
dirasakan oleh roh dan jasad secara bersamaan berdasarkan kesepakatan
ahlus sunnah wal jama’ah. Terkadang roh diberi nikmat atau diadzab
sendirian tanpa badan, dan terkadang diadzab atau diberi nikmat dalam
keadaan roh bersatu dengan badan atau badan bersatu dengan roh, dalam
keadaan seperti ini roh dan badan merasakan adzab atau nikmat secara
bersamaan, demikian pada saat roh diadzab sendirian tanpa disertai oleh
badan (mereka sama-sama merasakan nikmat atau adzab). [Majmu’ Fatawa
V/282]
Pertanyaan : Sheikh
Utsaimin ditanya, apakah yang dimaksudkan dengan kubur? Apakah lubang
tempat mengubur mayat atau alam barzakh?
Jawapan: Pada asalnya kubur adalah tempat dikuburnya mayat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur.” (Abasa:21)
Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhu berkata,”Maksud ayat ini, dimuliakan dengan menguburkannya.”
Terkadang juga dimaksud adalah barzakh, yaitu masa penantian setelah
kematian dan sebelum terjadinya hari kiamat, sekalipun tidak dikubur.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Dan di hadapan mereka ada barzakh
(dinding) sampai hari mereka dibangkitkan.” (Al-Mu’minun:100)
Yakni bagi orang yang telah mati. Hal itu ditunjuk oleh ayat sebelumnya:
“Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang
kematian kepada seorang dari mereka, dia berkata,’Ya Rabb, kembalikanlah
aku (ke dunia)’.” (Al-Mu’minun:99)
Oleh kerana itu jika
seorang berdoa dalam shalatnya dengan mengucapkan “Aku berlindung kepada
Allah dari adzab kubur” apa kah yang dimaksud adalah adzab dalam
kuburan atau adzab barzakh? Jawabnya adalah adzab barzakh. Kerana pada
hakikatnya mabusia tidak tahu apakah dia mati dimakan singa atau mati
terbakar dan menjadi debu.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia mati.” (Luqman:34)
Sehingga jika saya katakana adzab kubur, maksudnya adalah adzab yang
diberikan kepada manusia setelah kematiannya hingga datangnya hari
kiamat.
[Majmu’ Fatwa wa Rasail Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin II/26-27]
Perlukah majlis yang gah dan glamer? Perlukah menjemput ramai orang? Perlukah bersanding? [Sunnah dalam Walimatul ‘urs]
Perlukah majlis yang gah dan glamer? Perlukah menjemput ramai orang? Perlukah bersanding?
[Sunnah dalam Walimatul ‘urs]
Melangsungkan walimah ‘urs hukumnya sunnah menurut sebagian besar ahlul
ilmi, menyelisihi pendapat sebagian mereka yang mengatakan wajib,
karena adanya perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada
Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu ketika mengabarkan kepada beliau
bahwa dirinya telah menikah:
أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ
“Selenggarakanlah walimah walaupun dengan hanya menyembelih seekor kambing4.” (HR. Al-Bukhari no. 5167 dan Muslim no. 3475)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri menyelenggarakan
walimah ketika menikahi istri-istrinya seperti dalam hadits Anas
radhiyallahu ‘anhu disebutkan:
مَا أَوْلَمَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم عَلىَ شَيْءٍ مِنْ نِسَائِهِ مَا أَوْلَمَ عَلىَ زَيْنَبَ، أَوْلَمَ بِشَاةٍ
“Tidaklah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyelenggarakan walimah
ketika menikahi istri-istrinya dengan sesuatu yang seperti beliau
lakukan ketika walimah dengan Zainab. Beliau menyembelih kambing untuk
acara walimahnya dengan Zainab.” (HR. Al-Bukhari no. 5168 dan Muslim no.
3489)
Walimah bisa dilakukan kapan saja. Bisa setelah
dilangsungkannya akad nikah dan bisa pula ditunda beberapa waktu sampai
berakhirnya hari-hari pengantin baru. Namun disenangi tiga hari setelah
dukhul, karena demikian yang dinukilkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam menikah dengan Shafiyyah radhiyallahu ‘anha dan beliau
jadikan kemerdekaan Shafiyyah sebagai maharnya. Beliau mengadakan
walimah tiga hari kemudian.” (Al-Imam Al-Albani rahimahullahu berkata
dalam Adabuz Zafaf hal. 74: “Diriwayatkan Abu Ya’la dengan sanad yang
hasan sebagaimana dalam Fathul Bari (9/199) dan ada dalam Shahih
Al-Bukhari secara makna.”)
Hendaklah yang diundang dalam acara
walimah tersebut orang-orang yang shalih, tanpa memandang dia orang kaya
atau orang miskin. Karena kalau yang dipentingkan hanya orang kaya
sementara orang miskinnya tidak diundang, maka makanan walimah tersebut
teranggap sejelek-jelek makanan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيْمَةِ، يُدْعَى إِلَيْهَا اْلأَغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ الْمَسَاكِيْنُ
“Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah di mana yang diundang
dalam walimah tersebut hanya orang-orang kaya sementara orang-orang
miskin tidak diundang.” (HR. Al-Bukhari no. 5177 dan Muslim no. 3507)
Pada hari pernikahan ini disunnahkan menabuh duff (sejenis rebana
kecil, tanpa keping logam di sekelilingnya -yang menimbulkan suara
gemerincing-, ed.) dalam rangka mengumumkan kepada khalayak akan adanya
pernikahan tersebut. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَصْلُ مَا بَيْنَ الْحَلاَلِ وَالْحَرَامِ الدُّفُّ وَالصَّوْتُ فِي النِّكَاحِ
“Pemisah antara apa yang halal dan yang haram adalah duff dan shaut
(suara) dalam pernikahan.” (HR. An-Nasa`i no. 3369, Ibnu Majah no. 1896.
Dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Al-Irwa` no. 1994)
Adapun makna shaut di sini adalah pengumuman pernikahan, lantangnya
suara dan penyebutan/pembicaraan tentang pernikahan tersebut di tengah
manusia. (Syarhus Sunnah 9/47,48)
Al-Imam Al-Bukhari
rahimahullahu menyebutkan satu bab dalam Shahih-nya, “Menabuh duff dalam
acara pernikahan dan walimah” dan membawakan hadits Ar-Rubayyi’ bintu
Mu’awwidz radhiyallahu ‘anha yang mengisahkan kehadiran Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam pernikahannya. Ketika itu anak-anak
perempuan memukul duff sembari merangkai kata-kata menyenandungkan
pujian untuk bapak-bapak mereka yang terbunuh dalam perang Badr,
sementara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengarkannya. (HR.
Al-Bukhari no. 5148)
Dalam acara pernikahan ini tidak boleh
memutar nyanyian-nyanyian atau memainkan alat-alat musik, karena semua
itu hukumnya haram.
Disunnahkan bagi yang menghadiri sebuah
pernikahan untuk mendoakan kedua mempelai dengan dalil hadits Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
أَنَّ النَّبِيَّّ صلى
الله عليه وسلم كاَنَ إِذَا رَفَّأَ اْلإِنْسَاَن، إِذَا تَزَوَّجَ قَالَ:
بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيْرٍ
“Adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila mendoakan seseorang
yang menikah, beliau mengatakan: ‘Semoga Allah memberkahi untukmu dan
memberkahi atasmu serta mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan’.”
(HR. At-Tirmidzi no. 1091, dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu
dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)
[ Sikap Melampaui Batas ]
[ Sikap Melampaui Batas ]
Saya pernah berjumpa dengan seorang pengamal tarekat, dan dia
memaklumkan bahawa antara amalan mereka ialah tidak memakan daging.
Kerana beranggapan bahawa itu akan menjejaskan ibadah mereka. Saya
melihat amalan ini bertentangan dengan petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam dengan beralasan mahu lebih menumpukan ibadah serta mahu
mengurangkan nafsu syahwat. Makan daging dianggap boleh menaikkan nafsu
syahwat mereka.
...........................
Dalam ash-Shahiihain dari 'Aisyah bahawa sejumlah orang dari Sahabat
Rasulullah bertanya kepada para isteri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam tentang amalannya pada waktu tidak terlihat oleh sahabat.
Sebahagian dari mereka mengatakan, "Aku tidak akan makan daging."
Sebahagian yang lain mengatakan, "Aku tidak akan berkahwin dengan
wanita". Sebahagian yang lainnya lagi mengatakan, "Aku tidak akan tidur
di tempat tidur." Hal itu terdengar oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam, maka baginda bersabda:
"Mengapa mereka mengatakan
demikian dan demikian? Tetapi aku berpuasa dan berbuka, tidur dan bangun
(untuk shalat malam), makan daging, dan menikahi wanita. Barangsiapa
yang benci terhadap sunnahku, maka ia bukan termasuk golonganku."
[Fathul Baari (XI/5) dan Muslim (II/1020). [Al-Bukhari (no.5063) dan
Muslim (no.1401). Lafazh hadith ini diriwayatkan dari Anas r.a. Adapun
riwayat 'Aisyah, lafazhnya berbeza sedikit dari riwayat yang menulis
sebutan di atas. Riwayat 'Aisyah ini ada dalam Shahiihul Bukhari
(no.7301) dan Muslim (no.2356).]
- Lihat; Shahih Tafsir Ibnu Katsir (Tafsir Surah Al-Maidah, ayat 87-88) m/s 201-202, Jilid 3, Terbitan Pustaka Ibnu Katsir.
[ Kehebatan Imam Ath-Thabari Dalam Mengajar Ilmu Sejarah ]
[ Kehebatan Imam Ath-Thabari Dalam Mengajar Ilmu Sejarah ]
Ketika Ath-Thabari hendak menyerahkan ilmu sejarahnya, dia bertanya
kepada murid-muridnya. "Apakah kalian sedia untuk mempelajarri sejarah
dunia dari sejak penciptaan Adam hingga saat ini?" mereka bertanya,
"Berapa banyakkah kira-kira yang harus kami pelajari?" Lalu Ath-Thabari
menyebutkan jumlah lembaran yang hampir sama dengan jumlah lembaran
tafsirnya (yakni sekitar 30,000 lembar), lalu murid-muridnya berkata,
"Sepertinya umur kami sudah habis sebelum menyelesaikannya." Kemudian
Ath-Thabari mengatakan, "Inna lillah (ucapan tanda bersimpati atas
jawapan mereka), ke mana semangat kalian!" lalu Ath-Thabari meringkas
ilmu sejarah itu hingga lembarnya berjumlah hampir sama dengan jumlah
lembaran tafsirnya (yakni sekitar 3000 lembar sahaja).
[Lihat.
Tadzkirah al Huffazh (2/712). Lihat; Shahih Tarikh Ath-Thabari jilid 1
m/s 111-112, Tahqiq, Takhrij dan Ta'liq oleh Muhammad bin Thahir Al
Barzanji.]
[Semangat di atas ikatan keimanan di antara kaum muslimin]
[Semangat di atas ikatan keimanan di antara kaum muslimin]
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara, maka
perbaikilah (damaikanlah) hubungan antara kedua saudaramu (yang
berselisih), dan bertaqwalah kepada Allah agar kalian diberi rahmat“.
(QS. Al-Hujurat: 10)
Dari sini bererti memutus hubungan (di antara kaum muslimin) adalah dosa besar di antara dosa-dosa besar yang ada.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Dibukakan pintu-pintu surga pada hari isnin dan
khamis, maka diampuni setiap hamba yang muslim selama tidak berbuat
syirik kepada Allah, kecuali seseorang yang terdapat kebencian pada
saudaranya, lalu dikatakan: Perhatikanlah oleh kalian sampai mereka
berdua berdamai. Perhatikanlah oleh kalian sampai mereka berdua
berdamai.” (HR. Muslim).
Sesungguhnya seorang muslim yang
muwahhid (bertauhid) lagi jujur ketauhidannya, tidak akan membenci dan
hasad (dengki) kepada saudaranya. Jika saudaranya merasakan sakit, maka
ia pun merasakan hal yang sama. Bahkan ia pun akan merasakan bahagia
jika saudaranya bahagia. Ia akan berusaha menjaga dirinya dari sekecil
mungkin berbuat salah kepada saudaranya.
(hazim faiz said) — at Sana'a ,Yaman.
Sekadar Niat Baik Saja Tidak Cukup
Sekadar Niat Baik Saja Tidak Cukup
Oleh : Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi
Dari Sa’id bin Musayyib, ia melihat seorang laki-laki menunaikan sholat
setelah fajar lebih dari dua roka’at, ia memanjangkan rukuk dan
sujudnya. Maka Sa’id bin Musayyib pun melarangnya. Orang itu bertanya,
“Wahai Abu Muhammad, apakah Allah akan menyiksaku dengan sebab sholat?”
Beliau menjawab, “Tidak, tetapi Alloh akan menyiksamu karena menyelisihi
Sunnah.”
TAKHRIJ ATSAR
SHOHIH. Dikeluarkan oleh ad-Darimi dalam Musnad-nya: 1/404/450,
al-Baihaqi dalam Sunan Kubra: 2/466, dan Abdurrozzaq dalam al-Mushonnaf
no. 4755 dari jalur Sufyan dari Abu Robah dari Sa’id. Sanad atsar ini
dishohihkan oleh al-Albani dalam Irwa’ul Gholil: 2/236. Dan diriwayatkan
juga oleh al-Khotib al-Baghdadi dalam al-Faqih wal Mutafaqqih: 1/381
dari jalur Makhlad bin Malik dari Athof bin Kholid dari Abdrurrohman bin
Harmalah dari Sa’id dengan sanad Hasan.1
FIQIH ATSAR
Syaih
Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah mengomentari atsar ini
dalam kitabnya, Irwa’ul Gholil (2/236), “Ini adalah jawaban Sa’id bin
Musayyib2 yang sangat indah. Dan merupakan senjata pamungkas terhadap
para ahlul bid’ah yang menganggap baik kebanyakan bid’ah dengan alasan
dzikir dan sholat, kemudian membantai Ahlus Sunnah dan menuduh bahwa
mereka (Ahlus Sunnah) mengingkari dzikir dan sholat! Padahal sebenarnya
yang mereka ingkari adalah penyelewengan ahlul bid’ah dari tuntunan
Rosul shallallahu ‘alihi wa sallam dalam dzikir, sholat, dan lain-lain.”
Jadi, agar amal ibadah kita diterima oleh Alloh, bukan hanya dengan
modal niat yang baik dan keikhlasan, melainkan juga harus sesuai dengan
tuntunan Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam Maka sudah semestinya
bagi kita untuk menggali ilmu agar amalan ibadah yang kita lakukan
betul-betul sesuai dengan tuntunan beliau. Semoga Alloh menerima amal
ibadah kita semua.
1 Dinukil dari Silsilah atsar ash-shohihah karya Abu Abdillah ad-Dani: 1/58, cet, Dar Atsariyyah.
2 Berkata al-Fasii dalam ‘Aqdu Tsamin tentang nama Sa’id radhiallahu
‘anhu “Yang masyhur adalah dengan memfathah huruf ya’ (Baca : Musayyab),
namun penduduk Madinah berpendapat dengan mengkasroh huruf ya’ (baca:
Musayyib).” (Dinukil dari Dhobthu al-A’lam hlm. 191 karya Ahmad Taimur
Basya).
ITTIBA’ KEPADA NABI MENURUT AL-QUR’AN DAN SUNNAH
ITTIBA’ KEPADA NABI MENURUT AL-QUR’AN DAN SUNNAH
Ittiba’ kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah salah satu
inti dan pondasi dasar agama islam. Juga merupakan syariat paling agung
yang diterima dan diketahui dengan pasti. Dalil-dalil syar’i yang
shahih, yang menjelaskan dan menegaskan hal ini sangat banyak. Di
antaranya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” (Qs. Al-Hasyr: 7)
Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala:
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا
“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati
Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka kami
tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (Qs. An-Nisaa:
80)
Akan tetapi ketika pemahaman telah kacau dan kaki telah
tergelincir, hal itu tidak menghalangi adanya kelompok-kelompok dari
kaum muslimin yang menyimpang dari meniti dan menetapi jalan tengah yang
lurus. Sehingga kebutuhan untuk menjelaskan dan menerangkan hal ini
menjadi lebih besar dan lebih wajib.
Oleh karena itu, di dalam
pelajaran ini aku akan berusaha memberikan perhatian kepadanya untuk
menampakkan hakikat dan hukum ittiba’, menerangkan kedudukan dan
tanda-tandanya serta menjelaskan jalan yang membantu untuk mewujudkannya
dan sebagian penghalang-penghalangnya. Dengan berharap kepada Rabbku
(Penguasaku) Yang maha pengampun agar memberikan petunjuk kepada
kebaikan dan memperbaiki niat ini. Sesungguhnya Dia maha berkuasa atas
segala sesuatu dan berhak menjawab do’a.
Ittiba’ Menurut Bahasa
Ittiba’ adalah mashdar (kata bentukan) dari kata ittaba’a (mengikuti).
Dikatakan mengikuti sesuatu jika berjalan mengikuti jejaknya dan
mengiringinya. Dan kata ini berkisar pada makna menyusul, mencari,
mengikuti, meneladani dan mencontoh.
Dikatakan ittiba’ kepada
al-Qur’an, yaitu mengikutinya dan mengamalkan kandungannya. Dan ittiba’
kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu meneladani, mencontoh
dan mengikuti jejak beliau. (1)
Ittiba’ Menurut Istilah Syar’i
Yaitu meneladani dan mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di
dalam keyakinan, perkataan, perbuatan dan di dalam perkara-perkara yang
ditinggalkan. Beramal seperti amalan beliau sesuai dengan ketentuan yang
beliau amalkan, apakah wajib, sunnah, mubah, makruh atau haram. Dan
disertai dengan niat dan kehendak padanya.
Ittiba’ kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam keyakinan akan terwujud dengan
meyakini apa yang diyakini oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
sesuai dengan bagaimana beliau meyakininya – apakah merupakan kewajiban,
kebid’ahan ataukah merupakan pondasi dasar agama atau yang
membatalkannya atau yang merusak kesempurnaannya – dengan alasan karena
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam meyakininya.
Ittiba’
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam perkataan akan
terwujud dengan melaksanakan kandungan dan makna-makna yang ada padanya.
Bukan dengan mengulang-ulang lafadz dan nashnya saja. Sebagai contoh
sabda Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (2)
Ittiba’ kepadanya adalah dengan melaksanakan shalat seperti shalat beliau.
Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لاَ تَحَاسَدُوا وَلاَ تَنَاجَشُوا
“Janganlah kalian saling hasad dan janganlah kalian berbuat najasy.” (3)
Ittiba’ kepadanya adalah dengan meninggalkan hasad dan najasy.
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلمٍ عَلِمَهُ ثُمَّ كَتَمَهُ أُلْجِمَ يَوْمَ الْقِياَمَةِ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ
“Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu yang dia ketahui kemudian dia
menyembunyikannya maka pada hari kiamat dia dikekang dengan tali kekang
dari api.” (4)
Ittiba’ kepadanya adalah dengan menyebarkan ilmu yang shahih dan bermanfaat serta tidak menyembunyikannya.
Sebagaimana ittiba’ kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam
perbuatan adalah dengan melakukan amalan seperti yang beliau lakukan,
sesuai ketentuan yang beliau lakukan dan dengan sebab karena beliau
melakukannya.
Kami katakan “seperti yang beliau lakukan” karena
meneladani sesuatu tidak akan terwujud jika terdapat perbedaan bentuk
dalam tatacara perbuatan.
Makna perkataan kami “sesuai dengan
ketentuan yang beliau lakukan” adalah adanya kesamaan di dalam tujuan
dan niat perbuatan itu – berupa keikhlasan dan pembatasan terhadap
perbuatan itu dari segi wajib atau sunnahnya – karena tidak dapat
dikatakan meneladani jika berbeda tujuan dan niatnya meskipun sama
bentuk perbuatannya.
Dan kami katakan “dengan sebab karena
beliau melakukannya” karena meskipun sama bentuk dan niat perbuatannya,
jika maksud melakukannya bukan untuk meneladani dan mencontoh maka tidak
akan dikatakan sebagai ittiba’.
Sebagai contoh untuk
menjelaskan ittiba’ di dalam perbuatan; Jika kita ingin meneladani Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam puasa beliau maka kita harus
berpuasa sebagaimana tatacara puasa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Yaitu menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa sejak
terbitnya fajar shadiq sampai terbenamnya matahari, dengan niat untuk
mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Maka jika
salah seorang di antara kita menahan dirinya hanya dari sebagian perkara
yang membatalkan puasa berarti dia belum ittiba’. Sebagaimana jika dia
menahan diri pada sebagian waktu saja.
Dan kita juga harus
berpuasa sesuai dengan ketentuan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam berpuasa dari segi niatnya. Yaitu dengan puasa ini kita
mengharapkan wajah Allah dan untuk melaksanakan kewajiban atau sebagai
qadha atau sebagai nadzar. Atau meniatkannya sebagai puasa sunnah sesuai
dengan alasan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa. (5)
Sebagaimana juga kita melakukan puasa tersebut dengan alasan karena
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya. Oleh karena itu
seseorang yang melakukan amalan yang sama bentuk dan tujuannya dengan
orang lain – selain Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam – tidaklah
dianggap meneladani orang tersebut jika keduanya sama-sama melakukannya
dengan niat melaksanakan perintah Allah dan ittiba’ kepada Rasul-Nya
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sedangkan ittiba’ kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam perkara-perkara yang ditinggalkan
adalah dengan meninggalkan perkara-perkara yang beliau tinggalkan,
yaitu perkara-perkara yang tidak disyariatkan. Sesuai dengan tatacara
dan ketentuan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam
meninggalkannya, dengan alasan karena beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallammeninggalkannya. Dan ini adalah batasan yang sama dengan batasan
ittiba’ di dalam perbuatan.
Sebagai contoh untuk
menjelaskannya; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan (tidak
melakukan) shalat ketika terbit matahari. Maka seorang yang meneladani
beliau juga meninggalkan shalat pada waktu itu sesuai dengan ketentuan
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam meninggalkannya, dengan
alasan karena beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkannya. (6)
Footnote:
(1) Lihat Lisanul ‘Arab (1/416-417), al-Mu’jamul Wasith (1/81)
(2) Al-Bukhari no. 631 lihat Fath al-Bari (2/131-132)
(3) Muslim (4/1986) no. 2564
(4) At-Tirmidzi (5/29) no. 2649 dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi (2/336) no. 2135
(5) Jika ada tatacara dan tujuan yang khusus bagi Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam seperti puasa wishol (puasa sejak terbit fajar sampai
waktu sahur -pen) atau kewajiban shalat malam, maka tidak boleh menyamai
beliau di dalam kekhususan tatacara dan tujuan ini. Akan tetapi perkara
ittiba’ berkaitan dengan tujuan-tujuan dan tatacara yang beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam syariatkan kepada umatnya.
(6) Lihat al-Fatawa karya Ibnu Taimiyah (10/409) dan al-Ihkam karya al-Amidi (1/226, 227)
Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
Menghilangkan Kebiasaan Onani
Menghilangkan Kebiasaan Onani
Fulan di bumi Allah
Dijawab oleh: Al-Ustadz Abu Abdillah As Sarbini Al- Makassari
Wa’alaikumsalam warahmatullah. Benar apa yang anda katakan bahwa apa yang dilarang oleh Allah l atas hamba-hamba-Nya adalah demi kepentingan dan maslahat manusia sendiri. Tidaklah seorang hamba mengerjakan sesuatu yang haram kecuali pasti membahayakan dirinya sendiri. Di antara perbuatan haram yang terlarang adalah melakukan onani, apalagi sampai pada tahap jadi kebiasaan. Jadi perbuatan onani bukanlah perbuatan normal yang biasa-biasa saja. Para ulama dan ahli kesehatan juga telah menyatakan adanya mudharat yang akan merusak kesehatan pelakunya serta melemahkan kemampuan berhubungan suami-istri ketika berkeluarga. Selain itu pula onani merupakan perangai buruk yang rendah dan hina serta memalukan. Seorang muslim yang berakal dan berakhlak mulia akan menjaga dirinya semaksimal mungkin dari perbuatan yang hina ini. Barangsiapa terjebak dengan kebiasaan buruk ini, maka kami nasihatkan kepadanya hal-hal berikut ini:
1. Hendaklah bertaubat kepada Allah l dan memohon ampunan-Nya.
2. Menyabarkan diri agar tidak terjatuh kembali ke dalam kebiasaan buruk itu dan memohon pertolongan kepada Allah l agar mampu menghindarinya.
3. Segera menempuh solusi yang akan membebaskannya dari onani dengan cara menikah, jika sudah mampu biaya untuk itu.
4. Jika belum mampu menikah, hendaklah memperbanyak puasa hingga syahwatnya benar-benar hilang dan luluh dengan puasa.
5. Menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan ibadah dan kegiatan duniawi yang bermanfaat baginya untuk mengalihkan pikirannya dari onani.
6. Menjauhkan diri dari hal-hal yang membangkitkan syahwat, seperti melihat wajah dan sosok wanita secara langsung atau melalui gambar, bercampur baur (ikhtilat) dengan wanita, dan yang semisalnya yang bisa membangkitkan syahwat.
Ini yang bisa kami nasihatkan, semoga anda dan semisalnya diberi hidayah dan taufiq oleh Allah l untuk membenahi diri dan menempuh lembaran hidup baru di atas jalan Allah l. Seseorang tidak boleh berputus asa dari kebaikan dan rahmat Allah l, kesempatan masih terbuka lebar dan tidak ada kata terlambat selama hayat masih dikandung badan. Rasulullah n bersabda:
احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلاَ تَعْجِزْ
“Bersemangatlah engkau untuk meraih apa-apa yang bermanfaat bagimu dan mohonlah pertolongan kepada Allah l, serta janganlah engkau berputus asa.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah z)
BEGINILAH AQIDAH SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB
BEGINILAH
AQIDAH SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB (Yang dituding oleh Musuh²
Tauhid sebagai Wahabi-red), BAGAIMANA DENGAN AQIDAH ANTUM?
Berikut ini akan kami bawakan risalah yang berisi tanya-jawab dalam hal
aqidah Islam yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
rahimahullah.
Dengan mencermati karya beliau ini akan
tampaklah bagi kita sebenarnya bagaimana aqidah [keyakinan] beliau yang
mungkin bagi sebagian kalangan telah mendapatkan kesan negatif mengenai
beliau. Silakan anda telaah dengan pikiran yang jernih dan hati yang
tenang. Semoga Allah memberikan hidayah-Nya kepada kita.
Tanya : Siapakah Rabbmu?
Jawab : Rabbku adalah Allah yang telah memeliharaku dan memelihara
seluruh alam dengan segala nikmat-Nya. Dia lah sesembahanku, tidak ada
bagiku sesembahan selain-Nya. Sebagaimana yang difirmankan Allah ta’ala
dalam surat al-Fatihah (yang artinya), “Segala puji bagi Allah Rabb seru
sekalian alam.”
Tanya : Apakah makna kata Rabb?
Jawab : Yang menguasai dan yang mengatur, dan hanya Dia (Allah) yang berhak untuk diibadahi
Tanya : Apa makna kata Allah?
Jawab : Yaitu yang memiliki sifat ketuhanan dan berhak diibadahi oleh seluruh makhluk-Nya
Tanya : Dengan apa kamu mengenal Rabbmu?
Jawab : Dengan memperhatikan ayat-ayat-Nya dan makhluk-makhluk ciptaan-Nya
Tanya : Makhluk apakah yang terbesar yang bisa kamu lihat di antara makhluk ciptaan-Nya?
Jawab : Langit dan bumi
Tanya : Apakah ayat (tanda kekuasaan)-Nya yang paling besar?
Jawab : Malam dan siang, matahari dan bulan
Tanya : Apakah dalil atas hal itu?
Jawab : Dalilnya adalah firman Allah ta’ala (yang artinya),
“Sesungguhnya Rabb kalian adalah Allah yang telah menciptakan langit dan
bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy. Allah
menutupkan malam kepada siang dan mengikutinya dengan cepat, matahari
dan bulan serta bintang-bintang semuanya ditundukkan dengan
perintah-Nya. Ingatlah, sesungguhnya penciptaan dan pemberian perintah
adalah hak-Nya, Maha berkah Allah Rabb seluruh alam.” (QS. al-A’raf :
54).
Tanya : Untuk apakah Allah menciptakan kita?
Jawab : Untuk beribadah kepada-Nya
Tanya : Apa yang dimaksud beribadah kepada-Nya?
Jawab : Mentauhidkan Allah dan menaati-Nya
Tanya : Dalam hal apa kita menaati-Nya?
Jawab : Kita taati perintah-Nya dan kita jauhi segala yang dilarang-Nya kepada kita
Tanya : Apa dalil untuk hal itu?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Tidaklah Aku ciptakan jin
dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS.
adz-Dzariyat : 56).
Tanya : Apa makna ’supaya mereka beribadah kepada-Ku’?
Jawab : Maknanya adalah agar mereka mentauhidkan Allah
Tanya : Apa yang dimaksud dengan tauhid?
Jawab : Tauhid adalah mengesakan Allah dalam beribadah
Tanya : Apakah perkara terbesar yang dilarang Allah untuk kita?
Jawab : Perkara terbesar yang dilarang Allah adalah syirik yaitu
berdoa kepada selain Allah [saja] atau berdoa kepada selain-Nya di
samping berdoa kepada-Nya.
Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab : Dalilnya adalah firman Allah ta’ala (yang artinya), “Sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya (dalam beribadah) dengan
sesuatu apapun.” (QS. an-Nisaa’ : 36).
Tanya : Apa yang dimaksud dengan ibadah?
Jawab : Ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah
baik berupa ucapan maupun perbuatan, yang tampak maupun yang tersembunyi
Tanya : Apa sajakah yang termasuk macam-macam ibadah?
Jawab : Ibadah itu banyak jenisnya, di antaranya adalah :
doa,
takut,
harap,
tawakal,
roghbah (keinginan),
rohbah (kekhawatiran),
khusyu’,
khas-yah (takut yang dilandasi ilmu),
inabah (taubat),
isti’anah (meminta pertolongan),
isti’adzah (meminta perlindungan),
istighotsah (meminta keselamatan dari bahaya),
menyembelih,
nadzar,
dan jenis-jenis ibadah yang lainnya.
Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Seluruh masjid itu adalah
milik Allah, maka janganlah kamu menyeru bersama-Nya sesuatu pun.” (QS.
al-Jin : 18).
Tanya : Apa hukum bagi orang yang mengalihkan ibadah kepada selain Allah?
Jawab : Orang yang melakukannya dihukumi musyrik dan kafir
Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Barangsiapa yang menyeru
bersama Allah sesembahan yang lain padahal tidak ada bukti baginya, maka
sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabbnya. Sesungguhnya orang-orang
kafir itu tiada akan beruntung.” (QS. al-Mukminun : 117).
Tanya : Perkara apakah yang diwajibkan pertama kali oleh Allah kepada kita?
Jawab : Yaitu mengingkari thaghut dan beriman kepada Allah
Tanya : Apa yang dimaksud dengan thaghut?
Jawab : Segala sesuatu yang menyebabkan hamba melampaui batas, yang
berupa sesembahan, orang yang diikuti atau sosok yang ditaati, maka dia
adalah thaghut
Tanya : Ada berapakah thaghut itu?
Jawab : Jumlah mereka banyak, namun pembesarnya ada lima :
1 Iblis -semoga Allah melaknatnya-,
2 orang yang diibadahi dan ridha dengan hal itu,
3 orang yang menyeru orang lain untuk beribadah kepada dirinya,
4 orang yang mengaku mengetahui ilmu gaib,
5 dan orang yang berhukum dengan selain hukum yang diturunkan Allah
Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Tidak ada paksaan dalam
agama, sungguh telah jelas antara petunjuk dengan kesesatan. Barangsiapa
yang mengingkari thaghut dan beriman kepada Allah maka sesungguhnya dia
telah berpegang dengan buhul tali yang sangat kuat dan tidak akan
putus, Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (QS. al-Baqarah :
256).
Tanya : Apa yang dimaksud dengan Urwatul Wutsqa (buhul tali yang sangat kuat)?
Jawab : Maksudnya adalah laa ilaha illallah
Tanya : Apa makna laa ilaha illallah?
Jawab : Laa ilaha adalah penolakan, sedangkan illallah adalah penetapan
Tanya : Apa yang ditolak dan apa yang ditetapkan?
Jawab : Aku menolak segala sesembahan selain Allah dan aku tetapkan
bahwa seluruh jenis ibadah harus ditujukan kepada Allah semata, tiada
sekutu bagi-Nya
Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab :
Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Ingatlah ketika Ibrahim berkata
kepada ayah dan kaumnya; sesungguhnya aku berlepas diri dari semua
sesembahan kalian kecuali dari Dzat yang telah menciptakanku,
sesungguhnya Dia pasti menunjuki diriku. Dan Allah menjadikan kalimat
itu tetap ada pada keturunannya (Ibrahim) semoga mereka mau kembali
(kepada kebenaran).” (QS. az-Zukhruf : 26-28).
Tanya : Apakah agamamu?
Jawab : Agamaku Islam, yaitu menyerahkan diri kepada Allah dengan
bertauhid, patuh kepada-Nya dengan melakukan ketaatan, dan berlepas diri
dari syirik dan pelakunya
Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab : Yaitu firman Allah ta’ala (yang artinya), “Sesungguhnya agama
yang diterima di sisi Allah hanya Islam.” (QS. Ali Imran : 19).
Dan juga firman-Nya (yang artinya), “Barangsiapa yang mencari agama
selain Islam maka tidak akan pernah diterima darinya, dan di akhirat
nanti dia pasti termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Ali Imran : 85).
Tanya : Ada berapakah rukun Islam?
Jawab : Ada lima; syahadat laa ilaha illallah wa anna Muhammadar
rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan, dan
menunaikan ibadah haji ke rumah Allah yang suci jika memiliki kemampuan.
Tanya : Apakah dalil syahadat laa ilaha illallah?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Allah bersaksi bahwa
tidak ada sesembahan yang benar selain-Nya, demikian pula para malaikat
dan orang-orang yang berilmu, dengan menegakkan keadilan. Tidak ada
sesembahan yang benar selain Dia, Yang Maha perkasa lagi Maha
bijaksana.” (QS. Ali Imran : 18).
Tanya : Apakah dalil syahadat anna Muhammadar rasulullah?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Sekali-kali Muhammad itu
bukanlah ayah salah seorang lelaki di antara kalian, namun dia adalah
utusan Allah dan penutup nabi-nabi.” (QS. al-Ahzab : 40).
Tanya : Apa makna syahadat anna Muhammadar rasulullah?
Jawab : Maknanya adalah menaati perintahnya, membenarkan beritanya,
menjauhi segala larangannya, dan beribadah kepada Allah hanya dengan
syari’atnya
Tanya : Apakah dalil sholat, zakat serta tafsir dari tauhid?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Dan tidaklah mereka
disuruh melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan penuh ikhlas
melakukan amal karena-Nya (tanpa disertai kesyirikan), mendirikan
shalat, dan menunaikan zakat. Itulah agama yang lurus.” (QS. al-Bayyinah
: 5)
Tanya : Apakah dalil puasa?
Jawab : Firman
Allah ta’ala (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman telah
diwajibkan kepada kalian untuk berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada
orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (QS. al-Baqarah :
183).
Tanya : Apakah dalil haji?
Jawab : Firman
Allah ta’ala (yang artinya), “Wajib bagi umat manusia untuk menunaikan
ibadah haji ke baitullah karena Allah, yaitu bagi orang yang mampu
melakukan perjalanan ke sana. Barangsiapa yang kufur maka sesungguhnya
Allah Maha kaya dan tidak membutuhkan seluruh alam.” (QS. Ali Imran :
97).
Tanya : Apakah pondasi ajaran dan kaidah dalam agama Islam?
Jawab : Ada dua perkara :
[Pertama] adalah perintah untuk beribadah kepada Allah semata dan
memotivasi manusia untuk melakukannya, membangun loyalitas di atasnya
dan mengkafirkan orang yang meninggalkannya (tidak beribadah kepada
Allah).
[Perkara Kedua] adalah memperingatkan manusia dari
kesyirikan dalam hal ibadah kepada Allah semata yang tidak ada sekutu
bagi-Nya, bersikap keras dalam hal itu (mengingkari syirik), membangun
permusuhan di atasnya, dan mengakfirkan orang yang melakukannya
(kemusyrikan).
Tanya : Ada berapakah rukun iman?
Jawab : Ada enam; yaitu iman kepada Allah, malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan beriman kepada takdir
baik dan yang buruk
Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab :
Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Bukanlah kebaikan itu kamu
memalingkan wajahmu ke arah timur ataupun barat, akan tetapi yang
disebut kebaikan adalah orang yang beriman kepada Allah, hari akhir,
malaikat-malaikat, kitab, dan para nabi.” (QS. al-Baqarah : 177).
Tanya : Apakah dalil iman kepada takdir?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Sesungguhnya segala
sesuatu Kami ciptakan dengan ukuran/takdir.” (QS. al-Qamar : 49).
Tanya : Apa yang dimaksud ihsan?
Jawab : Ihsan terdiri dari satu rukun yaitu; kamu beribadah kepada
Allah seolah-olah melihat-Nya dan jika kamu tidak bisa maka yakinlah
bahwa Dia senantiasa melihatmu
Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Sesungguhnya Allah akan
bersama orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat ihsan.”
(QS. an-Nahl : 128).
Tanya : Siapakah Nabimu?
Jawab :
Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthallib bin Hasyim, sedangkan Hasyim
berasal dari keturunan Quraisy, Quraisy dari bangsa Arab, sedangkan Arab
merupakan keturunan Nabi Ismail putra Ibrahim al-Khalil (kekasih Allah)
semoga shalawat dan salam yang paling utama tercurah kepadanya dan
kepada nabi kita.
Tanya : Berapakah umur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Jawab : Enam puluh tiga tahun; empat puluh tahun sebelum diangkat menjadi nabi dan dua puluh tiga tahun sebagai nabi dan rasul
Tanya : Dengan apakah beliau diangkat menjadi Nabi? Dan dengan apa diangkat sebagai rasul?
Jawab : Beliau diangkat menjadi Nabi dengan turunnya Iqra’ dan diangkat sebagai rasul dengan turunnya al-Muddatstsir
Tanya : Di manakah negerinya?
Jawab : Beliau berasal dari Mekah lalu berhijrah ke Madinah, dan
kemudian beliau wafat di sana -semoga shalawat dari Allah dan
keselamatan senantiasa tercurah kepadanya- setelah Allah sempurnakan
agama dengan mengutus beliau (beserta ajarannya).
Tanya : Apa yang dimaksud dengan hijrah?
Jawab : Berpindah dari negeri syirik menunju negeri Islam, sementara hijrah itu tetap berlaku hingga tegaknya hari kiamat
Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang
yang diwafatkan oleh para malaikat itu dalam keadaan menganiaya diri
mereka sendiri. Maka malaikat bertanya kepadanya; Di manakah dulu kalian
berada? Mereka menjawab; Kami dulu berada dalam keadaan tertindas dan
lemah di muka bumi. Mereka berkata; bukankah bumi Allah itu luas,
sehingga kalian dapat berhijrah di atasnya? Mereka itulah orang-orang
yang tempat kembalinya adalah neraka Jahannam dan sungguh neraka itu
adalah sejelek-jelek tempat kembali.” (QS. an-Nisaa’ : 97).
Tanya : Apakah dalilnya dari Sunnah (Hadits)?
Jawab : Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidaklah terputus
hijrah sampai taubat terputus, dan tidak akan terputus [kesempatan]
bertaubat hingga matahari terbit dari arah tenggelamnya.” (HR. Ahmad,
Abu Dawud dan ad-Darimi).
Tanya : Apakah Rasul masih hidup atau sudah mati?
Jawab : Beliau telah meninggal sedangkan agamanya masih tetap ada hingga hari kiamat tiba
Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Sesungguhnya kamu pasti
mati dan mereka pun akan mati, kemudian nanti pada hari kiamat di sisi
Rabb kalian maka kalian pun akan saling bermusuhan.” (QS. az-Zumar :
31).
Tanya : Apakah setelah mati manusia akan dibangkitkan?
Jawab : Iya, benar
Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Dari tanah itulah Kami
ciptakan kalian dan kepadanya kalian Kami kembalikan, dan dari dalamnya
Kami akan mengeluarkan kalian untuk kedua kalinya.” (QS. Thaha : 55).
Tanya : Apakah hukum orang yang mendustakan hari kebangkitan?
Jawab : Orang yang melakukan hal itu adalah kafir
Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Orang-orang kafir itu
mengira bahwa mereka tidak akan dibangkitkan lagi, katakanlah;
sekali-kali tidak, demi Rabbku, kalian benar-benar akan dibangkitkan
kemudian akan dikabarkan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan
[di dunia], dan hal itu bagi Allah sangatlah mudah.” (QS. at-Taghabun :
7).
Diterjemahkan dari :
Maa yajibu ‘alal muslim ma’rifatu wal ‘amalu bihi
Oleh Syaikhul Islam Muhammad bin Sulaiman at-Tamimi rahimahullah
Dengan pengantar Syaikh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim Alu Jarullah
Subscribe to:
Posts (Atom)