MENGHIDUPKAN SUNNAH,KENIKMATAN YANG TIADA TANDINGANNYA
Sesungguhnya ketaatan seorang muslim kepada syariat Allah dan
kecintaannya dalam mencontohi sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi
wasallam (baik berupa ucapan, perbuatan dan lain-lain), merupakan suatu
bukti cintanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Apabila seorang hamba
menjalankan tanggungjawab agama sesuai dengan tuntutan sunnah Rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam maka hatinya akan tenang dan lapang.
Semakin kuat rasa cintanya kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam
maka akan terjalin kuat pula rasa cintanya kepada Allah Azza wa Jalla.
Oleh kerana itu sebagai mewujudkan rasa cinta kita kepada Allah Azza wa
Jalla, mari kita bersama-sama menghidupkan Sunnah Rasulullah yang telah
dianggap asing di tengah-tengah ummat ini.
Al Qur’an membimbing kita untuk bersikap wasatiyah dalam menjalankan
ajaran agama Allah. Dan mencela sikap ghuluw (melampaui batas) serta
sikap meremehkan agama-Nya. Allah Azza wa Jalla berfirman :
“Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk berbuat adil dan kebaikan.” (An Nahl : 90)
Dan firman-Nya :
“Katakanlah ; Rabbku memerintahkan untuk berbuat adil. (Al A’raf : 29)
Ayat-ayat di atas memerintahkan kita untuk berlaku adil dan bersikap
tengah-tengah dalam segala perkara. Baik dalam perkara aqidah, ibadah,
adab, akhlak maupun muamalah .Serta melarang dari bersikap ekstrim dan
meremehkannya pada banyak ayat.
Di dalam beribadah kepada Allah, kita diperintahkan untuk berlaku
adil. Iaitu berpegang teguh dengan apa saja yang diajarkan oleh
Rasulullah dan dilarang melampaui ajaran-ajaran baginda
shallallahu’alaihi wasallam. Tentunya dilandasi dengan niat ikhlas
semata-mata mengharapkan wajah Allah Azza wa Jalla dan mutaba’ah
(mencontoh) sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam.
Boleh jadi tidak semua dari ajaran-ajaran Rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam mampu untuk kita melaksanakannya, disebabkan
kelemahan dan ketidakberdayaan kita. Namun hal tersebut bukan menjadi
penyebab untuk kita mencerca ajaran baginda dan orang-orang yang
menghidupkan ajaran-ajarannya.
Justru dengan bukti kecintaan kita kepada
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam menjadikan kita senantiasa
senang mengikuti ajaran-ajaran baginda, walaupun dalam perkara-perkara
yang dianggap remeh.
Berikut ini adalah beberapa contoh perkara, yang mana kita diperintah
untuk berlaku adil dan bersikap tengah-tengah di dalam mengamalkannya.
Yakni sesuai dengan bimbingan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam :
Dalam Perkara Sholat
Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
… لِيَصَلِّي أَحَدُكُمْ نَشَاطُهُ, فَإِذَا فَتَرَ فَلْيَقْعُد
“Sholatlah (sholat nawafil) salah seorang diantara kalian
dengan berdiri, maka apabila merasa penat hendaknya dia duduk.” (Riwayat
Bukhori dan Muslim dari hadits Anas radhiyallahu’anhu).
Suatu ketika Nabi shallallahu’alaihi wasallam masuk ke
masjid, tiba-tiba baginda mendapatkan seutas tali yang terikat diantara
dua tiang. Lantas baginda bertanya : “milik siapa tali ini?” mereka
menjawab : “tali ini milik Zainab. Apabila dia penat, maka dia
mengikatkan tubuhnya dengan (tali tersebut).” Maka Nabi
shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “tidak, lepaskan (ikatan tali
tersebut). Sholatlah salah seorang diantara kalian dengan berdiri, maka
apabila merasa lelah hendaknya dia duduk.”
Demikian pula Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
عَلَيْكُمْ مِنْ الأَعْمَالِ مَا تُطِيْقُوْنَ, فَوَ اللهِ إِنَّ اللهَ لاَ يَمِل حَتَّى تَمِلوا
“Hendaklah kalian beramal semampu kalian, demi Allah
sesungguhnya Allah tidak akan menyusahkan kalian hingga kalian
menyusahkan diri kalian sendiri.” (Dikeluarkan oleh Bukhori dan Muslim)
Demikian pula tatkala datang beberapa sahabat Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, lalu mengatakan :
“Adapun saya, saya akan melaksanakan sholat malam dan tidak
akan tidur.” Maka baginda bersabda : “Demi Allah, sesungguhnya aku lebih
takut dan lebih bertaqwa kepada Allah daripada kalian. Akan tetapi
aku….. tetap melaksanakan sholat malam dan tidur.” (Riwayat Bukhori dan
Muslim).
Dan juga Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
وَأَحَبُّ الصَّلاَةِ إِلَى اللهِ صَلاَةُ دَاوُدَ عَلَيْهِ
السَّلاَمُ كَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ, وَيَقُوْمُ ثُلُثَهُ,
وَيَنَامُ سُدُسَهُ
“Sholat yang paling disukai Allah adalah sholatnya Nabi Daud
‘alaihis salam. Beliau tidur di pertengahan malam, lalu bangun
disepertiga malam dan tidur diseperenamnya.” (Riwayat Bukhori dan
Muslim).
Dalam Shohih Muslim dari hadits Aisyah radhiyallahu’anha, bahwasanya Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
“Apabila salah seorang diantara kalian dihinggapi rasa
mengantuk di dalam sholat maka hendaknya dia tidur hingga hilang rasa
mengantuknya”. (Riwayat Muslim)
Dan dalam hadits Abu Hurairoh, dia berkata : Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
“Apabila salah seorang diantara kalian hendak melaksanakan
sholat malam lalu terasa berat melafazkan ayat-ayat Al Qu’ran (kerana
rasa mengantuk), sehingga dia tidak lagi mengetahui bacaannya. Maka
hendaklah dia berbaring.” (Riwayat Muslim)
Riwayat-riwayat di atas menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang
rahmat. Tidaklah agama ini diturunkan melainkan memberi kemudahan dan
keringanan kepada seorang hamba dalam menjalankannya. Sungguh benar
firman Allah Ta’ala :
“Tidaklah Kami mengutus engkau (wahai Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.” (Al Anbiya : 107)
Di dalam hadits-hadits tersebut juga mengandungi makna bahwa
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam tidak memerintahkan seseorang
untuk tetap sholat dalam keadaan berdiri ketika mendapati dirinya lelah
dan letih. Akan tetapi baginda justru memerintahkan untuk duduk. Dan hal
ini sebagai wujud kasih sayang beliau terhadap ummat ini.
Dalam Perkara Puasa
Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
“Berpuasalah dan berbukalah.” (Riwayat Bukhori dan Muslim)
Dan baginda bersabda :
“Berpuasalah sehari dan berbukalah sehari, kerana
sesungguhnya hal tersebut adalah puasa yang paling dicintai Allah Azza
wa Jalla.” (Riwayat Bukhori dan Muslim)
Hal ini juga merupakan kasih sayang Rasulullah shallallahu’alaihi
wasallam kepada ummatnya. Baginda memerintahkan kepada ummat ini untuk
berpuasa seperti yang dicontohkan baginda shallallahu’alaihi wasallam.
Kerana tidaklah baginda memerintahkan suatu perkara melainkan akan
mendatangkan kemaslahatan dan kebaikan yang banyak. Seperti dalam hadits
di atas, baginda memerintahkan untuk berpuasa dan demikian berbuka.
Baginda tidak memerintahkan untuk berpuasa secara bersambung. Kerana hal
ini telah dilarang oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam,
sebagaimana sabda Baginda :
“Tidak ada puasa bagi orang yang melaksanakan puasa Al Abad
(puasa terus menerus tanpa berbuka).” (Dikeluarkan Bukhori dan Muslim).
Dalam Perkara Tilawah Al Qur’an
Telah datang dari hadits Abdullah bin Amr bin Al Ash radhiyallahu’anhu, dia berkata :
“Dulu aku pernah puasa Ad Dahr (terus menerus tanpa berbuka).
Dan aku membaca Al Qur’an setiap malam. Maka baginda shallallahu’alaihi
wasallam bertanya kepadaku : “Apakah engkau berpuasa Ad Dahr dan
membaca Al Qur’an setiap malam?” lalu aku menjawab : “Wahai Nabi Allah!
Tidaklah aku menginginkan hal tersebut melainkan hanya kebaikan.” Lalu
baginda bersabda : “Sesungguhnya cukup bagimu untuk berpuasa tiga hari
setiap bulannya.” Aku katakan : “Wahai Nabi Allah, sesungguhnya aku
mampu lebih daripada itu.” Lalu beliau bersabda : “Sesungguhnya isterimu
memiliki hak atas dirimu, tetamumujuga memiliki hak, dan jasadmu
memiliki hak.” Lantas baginda melanjutkan : “Berpuasalah seperti puasa
Daud Nabi Allah alaihis salam, kerana dia adalah seorang hamba yang
sangat banyak beribadah.” Kemudian aku katakan : “Wahai Nabi Allah!
Apakah puasa Daud itu?” Baginda menjawab : “(iaitu) berpuasa sehari dan
berbuka sehari.” Lalu baginda melanjutkan : “Dan bacalah Al Qur’an
setiap bulannya.” Aku katakan : “Wahai Nabi Allah, sesungguhnya aku
mampu lebih daripada itu.” Kemudian bbaginda berkata : “Bacalah setiap
dua puluh hari.” Aku katakan : “Wahai Nabi Allah, sesungguhnya aku mampu
lebih daripada itu.” Kemudian baginda berkata : “Bacalah setiap sepuluh
puluh hari.” Aku katakan : “Wahai Nabi Allah, sesungguhnya aku mampu
lebih daripada itu.” Lantas bagindabersabda : “Bacalah pada setiap tujuh
hari, dan jangan engkau tambah setelahnya, karena sesungguhnya isterimu
memiliki hak atas dirimu, tetamumu memiliki hak, dan jasadmu memiliki
hak.” Lalu aku berkata : “Maka aku pun membebani diriku sendiri,
sehingga teramat berat bagiku.” Nabi shallallahu’alaihi wasallam
mengatakan kepadaku : “Sesungguhnya engkau tidak mengetahui, semoga
umurmu panjang.”Dalam sebuah riwayat disebutkan : “Sesungguhnya kedua
matamu memiliki hak, dirimu dan keluargamu juga memiliki hak.”
Riwayat-riwayat di atas juga menunjukkan betapa nikmatnya menjalankan
sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Tidak ada beban berat
sedikitpun bila kita telah mengetahui ilmunya. Alhamdulillah agama ini
mudah dan memberikan kemudahan setiap hamba di dalam melaksanakannya.
Dalam Perkara Infaq
Lihatlah betapa indahnya hikmah syariat yang hanif ini, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman :
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu
dan janganlah kamu terlalu menghulurkannya kerana itu kamu menjadi
tercela dan menyesal.”
Demikian pula Alah berfirman :
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan
haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan. Dan
janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara syaitan dan syaitan itu adalah
sangat ingkar kepada Rabbnya.” (Al Isro’ : 26-27)
Demikian pula lihatlah kepada firman Allah Ta’ala :
“Wahai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap
(memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.” (Al
A’raf : 31)
Sungguh ini adalah manhaj yang lurus, keadilan dan sikap
tengah-tengah. Tidak bersikap boros dan tidak pula bakhil. Kerana
keduanya adalah perilaku yang tercela. Orang-orang yang boros merupakan
teman-teman syaitan dan sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang boros. Demikian pula orang-orang yang berlaku bakhil, maka penyakit
apakah yang paling parah daripada penyakit bakhil?
Barangsiapa yang mampu untuk mengekang kebakhilan yang ada pada dirinya, maka dia termasuk orang-orang yang beruntung.
Dan di sana masih terdapat lagi nash-nash dari Al Qur’an dan As
Sunnah yang sudah sepatutnya diketahui oleh seorang hamba, diantaranya :
sabda nabi shallallahu’alaihi wasallam :
“Tidak ada hasad kecuali dalam dua perkara : “…Dan seorang
yang Allah memberinya harta, lalu dia membelanjakannya dalam kebenaran.”
(Riwayat Bukhori dan Muslim)
Demikian pula sabda nabi shallallahu’alaihi wasallam kepada Ka’ab bin Malik :
“Tahanlah untukmu sebagian dari hartamu.” (Dikeluarkan oleh Bukhori dan Muslim)
Dan Abu Bakar ra ketika menemui Rasulullah dengan seluruh hartanya, lalu nabi shallallahu’alaihi wasallam bertanya kepadanya :
“Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu wahai Abu
Bakar?” lalu Abu Bakar menjawab : “Aku tinggalkan untuk mereka Allah dan
RasulNya.” (Riwayat Abu Daud, Tirmidzi)
Demikian juga Nabi shallallahu’alaihi wasallam mengatakan kepad Sa’ad bin Abi Waqqos :
“Sesungguhnya apabila engkau meninggalkan untuk para
pewarismu dalam keadaan kaya itu lebih baik daripada engkau meninggalkan
mereka dalam keadaan susah lagi meminta-meminta kepada manusia.”
Demikianlah beberapa contoh dari sekian banyak contoh yang boleh kami
sebutkan dalam lembaran terbatas ini. Mudahan Allah memberi kemudahan
untuk kita menjalankan agamanya dan menggolongkan kita termasuk
orang-orang yang senantiasa setia mengikuti sunnah Rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam serta merasa nikmat di dalam menjalankannya.
Wallahu a’lam bish showab
Dinukilkan dari http://www.darussalaf.or.id,daripada/ tulisan Ustaz Abu Abdirrahman Abdul Aziz As Salafy dengan sedikit ubahan.
via : Abu Muhammad Al Badr
No comments:
Post a Comment