Keutamaan Bulan Muharram
Keutamaan Bulan Muharram
Bulan Muharram termasuk bulan yang disucikan Allah ta’ala. Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam mensifati dan menisbatkannya kepada Allah
dengan menamainya sebagai “syahrullah al muharram” (bulan Allah Al
Muharram). Hal ini menunjukkan keutamaan dan kemuliaan bulan ini di sisi
Allah ta’ala, karena tidaklah Allah menggandengkan sesuatu dengan
nama-Nya kecuali dengan makhluk-Nya yang istimewa.(Lathaiful Ma’arif hal
70, karya Ibnu Rajab Al Hambali)
Al Hasan rahimahullah
berkata, “Sesungguhnya Allah membuka tahun dengan bulan yang suci dan
menutupnya dengan bulan yang suci pula. Dan tidaklah ada bulan dalam
setahun yang lebih agung di sisi Allah setelah bulan Ramadhan kecuali
bulan Muharram.” (Lathaiful Ma’arif hal 67, karya Ibnu Rajab Al Hambali)
Bulan Muharram merupakan bulan yang Allah utamakan. Sisi keutamaannya
adalah bahwa berpuasa di bulan ini lebih utama daripada berpuasa di
bulan yang lain selain bulan Ramadhan, sebagaimana terdapat dalam hadits
yang shahih dari Nabi shalallahu ‘alai wa sallam, “Puasa paling utama
setelah puasa bulan Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah Al Muharram.”
(HR. Muslim)
Imam An Nawawi berkata dalam kitab Al
Adzkar,”Makruh hukumnya menamai bulan Muharram dengan Shafar karena hal
tersebut merupakan kebiasaan jahiliyah.” (Al Adzkar hal.313, karya An
Nawawi)
Ibnu ‘Allan mengatakan,” As Suyuthi berkata: Aku
ditanya” Mengapa bulan Muharram dikhususkan dengan sebutan “Syahrullah
Al Muharram” sedangkan bulan yang lain tidak. Padahal, ada bulan lain
yang menyamai keutamaannya atau bahkan lebih utama darinya semisal
Ramadhan?” Maka diantara jawaban yang aku temukan untuk menjawab
pertanyaan tersebut adalah bahwa penamaan bulan Muharram dengan istilah
Al Muharram adalah penamaan yang islami, berbeda dengan bulan selainnya
di masa jahiliyah. Karena nama bulan Muharram di masa jahiliyah adalah
“Shafar Al Awwal” (bulan Shafar yang pertama). Kemudian bulan setelahnya
dinamakan “Shafar Ats Tsani” ( bulan shafar yang kedua). Ketika islam
datang, maka Allah menamai bulan Muharram yang tadinya bernama “Shafar
Al Awwal” menjadi “Al Muharram”, maka Allah kemudian menggandengkan nama
bulan ini dengan namanya (sehingga menjadi: Syahrullah Al Muharram).
Ini merupakan faidah yang sangat menarik dan berharga yang aku lihat
dalam kitab Al Jamharah” (Al Futuhat Ar Rabaniyyah bi Syarhi Al Adzkaar
An Nabawiyyah 7/100, karya Ibnu ‘Allan)
Bulan Muharram dan Puasa Asyura’
Hari Asyura’ adalah hari kesepuluh di bulan Muharram menurut mayoritas
ulama. Hari tersebut merupakan hari yang mulia, diberkahi, agung
kedudukannya, dan memiliki keutamaan yang besar. Diantara keutamaan hari
Asyura’ adalah:
1. Pada Hari Asyura’ Allah ta’ala Menyelamatkan Musa dan Bani Israil serta Menenggelamkan Fir’aun dan Pengikutnya.
Dari Ibnu Abas radhiallahu ‘anhuma , beliau mengatakan, “Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam tiba di kota Madinah dan beliau menjumpai
orang Yahudi dalm keadaan berpuasa pada hari Asyura’. Maka beliau
bertanya kepada mereka, “Hari apa ini yang kalian berpuasa di dalamnya?”
Mereka menjawab, ”Ini merupakan hari yang agung dimana Allah ta’ala
menyelamatkan Musa dan kaumnya serta menenggelamkan Fir’aun dan
pengikutnya. Sehingga Musa berpuasa pada hari tersebut sebagai bentuk
syukur, sehingga kami pun berpuasa sebagaimana beliau.” Maka Nabi
shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Kami lebih berhak terhadap Musa
dari kalian.” Beliau pun berpuasa pada hari tersebut dan
memerintahkannya.” (HR. Bukhari-Muslim)
2. Puasa di Hari Asyura’ Dapat Menghapus Dosa Setahun yang Lalu.
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda mengenai puasa di hari
Asyura’, “Aku berharap bisa menghapus dosa setahun sebelumnya.” (HR.
Muslim)
3. Puasa di Hari Asyura’ Merupakan Puasa yang Sangat Nabi Inginkan Keutamaannya Dibandingkan Hari yang Lain.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma bahwa beliau ditanya tentang puasa
di hari Asyura’, maka beliau menjawab, “ Tidaklah aku melihat
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada satu hari yang
sangat beliau inginkan mendapat keutamaannya dibandingkan hari yang lain
kecuali hari ini – yaitu hari Asyura’-, dan bulan ini –yaitu
Ramadhan-.” (HR. Bukhari-Muslim)
Disunnahkan untuk berpuasa di
tanggal sembilan Muharram beserta tanggal sepuluhnya, karena hal ini
merupakan keadaan akhir yang dilakukan Nabi ketika melakukan puasa
Asyura’.
Diantara perbuatan yang keliru adalah berpuasa pada
tanggal sembilan Muharram saja, sedangkan yang diajarkan dalam hadits
shahih adalah berpuasa pada tanggal sepuluh saja atau pada tanggal
sembilan dan sepuluh. Adapun menambahkannya dengan tanggal sebelas, maka
sebagian ulama menilai bahwa hadits yang menyebutkan tanggal sebelas
Muharram adalah hadits yang dha’if.
Beberapa Bid’ah Berkaitan Dengan Bulan Muharram
Syaikh Bakr Abu Zaid berkata, ”Tidak ada satu dalil pun yang shahih
dalam syariat berkenaan dengan dzikir dan doa awal tahun, yaitu untuk
awal hari atau malam memasuki bulan Muharram. Banyak orang yang membuat
doa, dzikir, berbagai peringatan, saling mengucapkan selamat, berpuasa
di hari pertama awal tahun, menghidupkan malam di hari pertama bulan
Muharram dengan sholat, dzikir, doa, berpuasa di akhir tahun dan
berbagai hal lainnya yang ternyata tidak ada dalilnya.” (Tas-hihud
Du’aa’ hal.107-108, karya syaikh Bakr abu Zaid)
Berkaitan dengan ini, berikut ini adalah diantara bid’ah yang dilakukan di bulan Muharram:
1. Membuat Perayaan Masuknya Tahun Baru Hijriyah dan Saling Mengucapkan Selamat dengan Datangnya Tahun Baru.
Betapa merasa sakitnya seorang muslim ketika melihat jama’ah kaum
muslimin, baik individu maupun masyarakatnya merayakan tahun baru
hijriyyah sedangkan ketika merayakannya mereka lupa berdasar perintah
siapa mereka merayakan perayaan tersebut. Apakah berdasar perintah Allah
dalam Kitab-Nya? Ataukah berdasarkan perintah Rasul shalallahu ‘alaihi
wa sallam? Ataukah mereka melakukan demikian karena meneladani para
sahabat radhiallahu ‘anhum? Sesungguhnya diantara kekeliruan yag sangat
jelas adalah ketika kaum muslimin lebih memilih melakukan hal-hal yang
tidak berdalil baik dari Al Qur’an maupun sunnah Rasul shalallahu
‘alaihi wa sallam.
2. Peringatan Hijrahnya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebagian orang di zaman ini tidaklah mengetahui hijrahnya Nabi
shalallahu ‘alaihi wa sallam kecuali sebagai memoar yang dibacakan
sekali tiap tahun dan diadakanlah berbagai perayaan, khutbah, dan
berbagai ceramah keagamaan dalam jangka waktu beberapa hari kemudian
selesai dan dilupakan sampai tiba tahun selanjutnya tanpa adanya
pengaruh sedikitpun pada perilaku dan amalan mereka. Oleh karena itulah
Anda jumpai sebagian mereka tidak berhijrah dari negeri musyrik ke
negeri Islam sebagaimana hijrahnya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam,
bahkan sebaliknya, banyak di antara mereka yang berpindah dari negeri
Islam ke negeri musyrik bukan karena alasan apapun selain hanya untuk
mencari kemewahan dan hidup di sana dengan kebebasan hewani -wal iyadzu
billah-.
3. Mengkhususkan Hari Pertama di Awal Tahun dengan Berpuasa dengan Niat Membuka Tahun Baru Tersebut dengan Puasa.
Begitu pula mengkhususkan berpuasa selama sehari di hari terakhir tahun
tersebut dengan niat sebagai ucapan selamat tinggal untuk tahun
tersebut dengan berdalil menggunakan hadits palsu: “Barangsiapa yang
berpuasa di hari terakhir bulan Dzulhijjah dan hari pertama di bulan
Muharram, dia telah menutup tahun yang lalu dengan puasa dan membuka
tahun yang akan datang dengan puasa, maka Allah akan menjadikannya
sebagai penebus dosa baginya selama lima puluh tahun.”
4. Menghidupkan Malam Pertama di Bulan Muharram untuk Melakukan Ibadah.
Syaikh Abu Syamah mengatakan, ”Tidak ada satu pun dalil yang
menuntunkan suatu amalan tertentu di malam pertama bulan Muharram. Aku
telah mencari di berbagai riwayat baik yang shahih maupun yang dha’if
dan dalam hadits-hadits maudhu’, tetapi tidak aku jumpai satu pun yang
menyebutkan tentang hal tersebut.” (Al Ba’its ‘ala Inkaril Bida’ wal
Hawadits hal.239)
5. Mengkhususkan Awal Tahun Hijriyah untuk Melakukan Umrah Sebagaimana yang Dilakukan Sebagian Orang di Bulan Muharram.
6. Membuat Doa Khusus di Hari Pertama Tahun Baru yang Dinamakan dengan Doa Awal Tahun.
Semua hal tadi merupakan amalan yang tidak ada satu dalil shahih pun
yang menuntunkan untuk melakukannya. Hendaknya kita merasa cukup dengan
ajaran Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam karena sebaik-baik petunjuk
adalah petunjuk beliau, dan sejelek-jelek perkara dalam agama adalah
amalan ibadah baru yang diada-adakan.
No comments:
Post a Comment