AT-TAQWA DAN WARA’
๐ Berkata Al-Imam Daqiiqul ‘Iid ~rahimahullaahu Ta’ala~:
“Tidaklah saya berbicara satu kata, dan mengerjakan satu perbuatan,
kecuali saya telah mmpersiapkan bginya jawaban dihadapan Allah ‘Azza wa
Jalla”.
๐ Thobaqaat asy Syaafi’iyyah al Kubraa, (9/212).
๐ธ๐ธ๐ธ
๐ Ditanya Asy-Syaikh Rabi’ Al-Madkhaliy ~hafizhahullaah~:
Apakah disyaratkan di dalam JARH ahlul bida’ kesepakatan ‘ulama di zaman tersebut atau cukup seorang ‘Alim saja?!!!.
Jawaban:
๐ “Ini adalah merupakan kaedah2 basa basi yang jelek ~baarakallahu
fikum~ di masa kapan mereka mnsyaratkan ijma’ seperti ini? Dan mana
dalil yang menunjukkan syarat ini?
๐ Apabila Al-Imam Ahmad bin
Hanbal atau Yahya ibnu Ma’iin JARH (mengeritik) seorang mubtadi’,” saya
katakan, “Wajib bagi dia mengumpulkan imam2 As-Sunnah di dunia
seluruhnya untuk mengatakan si fulan ini mubtadi’!!!
๐ Apabila
datang 2 orang saksi atas si fulan bahwa dia membunuh, kenapa kita tidak
mensyaratkan harus ijma’ dulu ummat atas bahwa dia telah membunuh?
✔ Apabila datang seorang ‘Alim dengan JARH yang terperinci, dan
menyelisihinya dua puluh orang, atau lima puluh orang ‘alim, yang tidak
ada pada mereka dalil2, tidak ada pada mereka kecuali hanya baik sangka
saja dan menghukum zhohirnya, sementara seorang ‘Alim tadi memiliki
dalil2 ketika menJARH lelaki tadi, maka sesungguhnya didahulukan JARH
dia; karena yang menJARH (pengeritik) ada hujjah, sedangkan hujjah
(dalil) itulah yang didahulukn, dan kadang2 hujjah didahulukan walaupun
menyelisihinya seluruh penduduk bumi.”
๐ Dari kaset Al-Manhaj At-Tamyii’ dan Qawaaidnya.
No comments:
Post a Comment