Thursday 3 October 2013

Sikap Terhadap Orang Yang Tidak Mahu Mencela Ahlul Bid’ah

Sikap Terhadap Orang Yang Tidak Mahu Mencela Ahlul Bid’ah


Sikap Terhadap Orang Yang Tidak Mahu Mencela Ahlul Bid’ah

Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Yahya Al-Bura’iy


PERTANYAAN:

Di berbagi forum di masa ini muncul banyak celaan diantara para penuntut ilmu Salafiyyun yang pendorongnya terkadang membela kepentingan peribadi dan mereka menutupinya dengan baju pembelaan terhadap As-Sunnah dengan membawakan ayat-ayat dan hadits-hadits, yang hal ini menyebabkan fitnah diantara ikhwah, terkhusus sebahagian penuntut ilmu ditazkiyah di sisi para masayikh. Hanya saja tidak nampak darinya sikap kuat terhadap orang-orang tertentu yang dihukum Mubtadi’ oleh para masayikh di masa ini, seperti Al-Halaby dan Al-Ma’riby.

Pertanyaannya: bagaimana sikap yang benar terhadap orang yang tidak jelas sikapnya terhadap para Mubtadi’ tersebut? Dan apakah mengwajibkan semua masayikh untuk menampakkan sikapnya hingga boleh diambil ilmunya? Serta bagaimana membantah siapa saja yang mencela para masayikh tersebut -baarakallahu fiikum?

JAWAB:

Wahai saudaraku -semoga Allah menjagamu- pertama kami nasehatkan kepada para penuntut ilmu agar bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla dan merasa diawasi oleh-Nya, kerana orang yang ketakwaannya lemah dan imannya lemah, dia akan berani mencela si fulan dan membicarakan si fulan tanpa merasa diawasi oleh Allah, tanpa rasa takut dan khasyah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka orang semacam ini -baarakallahu fiikum- hendaklah dia bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan merasa diawasi oleh-Nya. Orang seperti ini dikhawatirkan keadaannya. Banyak orang yang keadaannya seperti ini menyimpang. Engkau tidak sedar kecuali dia telah mencukur habis janggutnya dan boleh jadi dia meninggalkan shalat. Boleh juga dia ditimpa musibah-musibah yang tidak ada yang mengetahui seberapa jauhnya selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh kerana inilah kami mewasiatkan semua pihak agar bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kita mengetahui bahwa kehormatan saudara-saudara kita Salafiyyun adalah kehormatan yang terjaga sehingga tidak boleh bagi seorangpun untuk mencela mereka atau membicarakan mereka dengan buruk.
Adapun kaitannya dengan orang yang engkau katakan ini, tidak nampak darinya sikap yang baik terhadap Al-Halaby, Al-Ma’riby dan selain mereka.

Maka kita katakan: Jika Allah tidak membukakan hatinya untuk berbicara, maka kita mengharapkan darinya agar memuji para ulama yang berbicara tentang mereka (Al-Halaby, Al-Ma’riby dan yang lainnya) dan menjelaskan kesesatan mereka. Dan hendaklah dia mengatakan:“Saya bersama para ulama pada apa yang mereka katakan, apa yang mereka tulis dan apa yang mereka jelaskan bahwa mereka (Al-Halaby, Al-Ma’riby dan lainnya) adalah mubtadi’, sedangkan untuk berbicara banyak tentang hal ini saya tidak memiliki kemampuan, cukuplah dengan apa yang dikatakan oleh para ulama.”

Jika dia mengatakan demikian kemudian kita tidak melihatnya mendengar kaset-kaset mereka (Al-Halaby, Al-Ma’riby dan yang lainnya), tidak menganjurkan untuk mendengarkannya, serta tidak mengikuti ucapan-ucapan mereka di internet dan selainnya, maka orang seperti ini -baarakallahu fikum- boleh diambil ilmunya dan semoga Allah membalasnya dengan kebaikan serta mensyukuri apa yang dia lakukan.


Tetapi jika dia hanya diam dalam keadaan dia melihat manusia berkerumun menunggu kalimat yang akan dia ucapkan, namun dia tetap diam. Maka ini -baarakallahu fiikum- adalah bom waktu yang dikhawatirkan akan muncul ledakan Hizbiyyah darinya sewaktu-waktu. Kenapa dia diam?! Sampai biladia akan diam?! Apa yang menyebabkan dia diam?! Engkau memiliki kecemburuan terhadap manhaj salaf, engkau memiliki kecemburuan terhadap dakwah salafiyah, mereka itu terus berusaha menghancurkan dakwah salafiyah malam dan siang dan mengerahkan pasukan mereka dan siapa saja yang ada di sekitar mereka dengan tujuan menggulingkan dakwah salafiyah, tetapi engkau kikir untuk sekadar mengatakan: “Para ulama telah benar dalam menghukum mereka sebagai mubtadi’.” Engkau susah untuk mengatakan kalimat seperti ini. Apa yang ada padamu?! Apa yang engkau miliki?! Apa yang ada di belakangmu?! Bicaralah dan katakan apa yang engkau yakini dan kita tidak akan menanyakan lagi.

Oleh kerana inilah -baarakallahu fiikum- kita tidak akan mengharuskannya jika dia tidak memiliki kemampuan untuk berdiskusi, membantah dan menjelaskan keadaan ahlul bathil, iaitu kita tidak akan mengharuskannya melakukan semua yang diinginkan oleh para penuntut ilmu darinya, asalkan dia telah mendukung para masayikh dalam sikap mereka, namun kita tidak bisa menerima darinya sikap diam total dalam keadaan dia melihat manusia berselisih dalam permasalahan tersebut namun dia hanya diam. Jadi ini tidak diterima -baarakallahu fiikum.

Berapa banyak bom-bom waktu yang kita kerananya kita menjadi berselisih dan kita tidak menyedari kecuali dia telah meledakkan hizbiyyahnya. Bukan merupakan sikap taklid ketika seseorang mengatakan: “Saya bersama para ulama.” Misalnya: “Saya bersama Asy-Syaikh Rabi’ di dalam menilai Abul Hasan, Ali Hasan Al-Halaby, Adnan Ar’ur dan Al-Maghrawy. Saya bersama beliau pada apa yang beliau tulis dan apa yang beliau katakan tentang mereka dan perkataan beliaulah yang benar.” Ini sudah cukup -baarakallahu fiikum. Ini bukan merupakan sikap taklid, ini adalah sikap ittiba’ (mengikuti dalil) -baarakallahu fikum.

Ditranskrip oleh: Abu Ubaidah Munjid bin Fadhl Al-Haddad

No comments: